Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menunda sidang kasus suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Morotai untuk tersangka Bupati Rusli Sibua.
Rusli sedianya menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan. Namun, sebanyak empat orang penasihat hukum yang telah ditunjuk oleh Rusli enggan hadir dan justru menggugat penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (6/8).
Seluruh pengacara Rusli pun tengah menghadiri sidang praperadilan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari KPK. Rusli pun meminta majelis untuk menunda sidang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim Ketua Supriyono dan hakim anggota lainnya mengabulkan permohonan Rusli. "Majelis sudah bermusyawarah, permohonan saudara dikabulkan. Akan tetapi, persidangan berikutnya tetap berlanjut walaupun kuasa hukum tidak hadir. Ini sudah kami kasih kesempatan," kata Hakim Supriyono saat sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Sidang selanjutnya digelar pekan depan pada Senin (10/8). Majelis meminta Rusli dan pengacaranya agar kooperatif serta tidak menghambat persidangan. Hakim Supriyono juga menegaskan posisinya sebagai hakim yang mengatur ritme persidangan.
Menanggapi putusan hakim, Rusli mengucapkan terima kasih. "Terima kasih yang mulia," kata Rusli.
Sementara itu, tim jaksa KPK justru kecewa lantaran persidangan ditunda. Menurut tim jaksa, "Kegiatan praperadilan tidak menunda pemeriksaan pokok perkara."
Komisi antirasuah menyangka Rusli telah menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar senilai Rp 2,98 miliar untuk memuluskan sengketa Pilkada di MK.
Saat Pilkada, Rusli dan pasangannya Weni R Paraisu, dinyatakan kalah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Morotai. Sementara itu, rival Rusli, Arsad Sardan dan Demianus Ice ditetapkan sebagai pemenang yang sah.
Tak terima, Rusli mengajukan gugatan sengketa ke MK. Saat mengadili gugatan sengketa Pilkada, Akil menjabat sebagai seorang majelis hakim. Disebut dalam amar putusan Akil, penyetoran duit dilakukan sebanyak tiga kali dengan perantara yang berbeda.
Kemudian, majelis pun memutuskan untuk mengabulkan gugatan Rusli sekaligus memutuskan penetapan pemenang Pilkada Morotai oleh KPU tidak sah.
Atas tindak pidana tersebut, Rusli disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(sip)