Pahit-Manis Hubungan Polisi dan Narkotika

Rinaldy Sofwan Fakhrana | CNN Indonesia
Kamis, 06 Agu 2015 14:08 WIB
46 anggota polisi dari Subdirektorat II Tindak Pidana Narkoba mendapat penghargaan dari Bareskrim, namun tak sedikit anggota polisi yang terbelit kasus narkoba.
Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Irjen Pol. Drs. Deddy Fauzi Elhakim (kedua kiri) menunjukkan barang bukti dan tersangka pengedar narkoba Dedi Romadi yang merupakan Sipir lapas Banceuy, Bandung (kedua kanan) saat konferensi pers di Badan Narkotika Nasional, Jakarta, Jumat (22/5). . BNN menciduk delapan tersangka pengedar narkoba di Bandung dan Jakarta yang salah satunya adalah Sipir di Lapas Banceuy, Bandung, dan satu warga Iran dengan barang bukti sebanyak 16,3 kg sabu dan 778 butir inex. ANTARA FOTO/Mohamad Fahmi
Jakarta, CNN Indonesia -- Kamis (6/8) hari ini, sebanyak 46 anggota polisi yang bertugas memberantas narkotik mendapatkan penghargaan dari Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim) Komisaris Jenderal Budi Waseso.

Di antara puluhan nama tersebut, ada Kepala Unit III Subdirektorat II Tindak Pidana Narkotika dan Obat-Obatan (Narkoba), Ajun Komisaris Besar Kristian Siagian. Dia dianggap berjasa membongkar jaringan yang dipimpin terpidana mati Freddy Budiman.

Freddy adalah otak pengiriman narkotik pada 2012. Dia dicocok setelah anak buahnya tertangkap Badan Narkotika Nasional ketika hendak menyelundupkan 1,4 juta pil ekstasi dari Tiongkok.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah divonis mati, Freddy lalu dipindahkan ke Nusakambangan. Namun di penjara yang diklaim paling aman di Indonesia itu, dia masih menjalankan bisnis narkotiknya.

"Ini satu pemberian motivasi kepada anggota yang berhasil dalam melaksanakan tugas di lapangan, ya kita hargai dengan memberikan penghargaan kepada mereka yang memang konsen terhadap tugas dan tanggung jawabnya," kata Budi di Markas Besar Polri, Jakarta.

Penghargaan ini dinilai Direktur Tindak Pidana Narkoba Brigadir Jenderal Anjan Pramuka sebagai sebuah keberhasilan dalam menghadapi tantangan memberantas peredaran narkotik.

"Kami tidak akan tinggal diam dalam memberantas dan memutus jaringan narkoba yang masuk ke Indonesia," ujarnya.

Namun, tidak bisa dipungkiri masih ada polisi yang bermain-main dengan barang haram itu. Sebut saja Ajun Inspektur Satu PRH yang ditangkap karena kedapatan mengonsumsi narkoba bersama rekannya di kawasan Tebet, Jakarta, Mei lalu.

Dari hasil penggerebekan tersebut, polisi menyita barang bukti 1 bungkus plastik narkotik jenis sabu seberat 0,2 gram sisa pakai, 1 bungkus sabu lain seberat 0,5 gram, seperangkat alat konsumsi sabu, 3 buah korek api, dan 4 unit handphone.

Tidak hanya menjadi pengguna, bahkan ada juga anggota polisi yang diduga memeras bandar narkotik, seperti anak buah Anjan, Ajun Komisaris Besar PN.

PN diduga memeras seorang bandar narkotik saat sedang melakukan penindakan di Bandung, Jawa Barat, Mei lalu. Dia diduga telah menerima uang Rp 3 miliar dari Rp 5 miliar yang dijanjikan pemilik diskotek.

Namun, akhirnya PN diciduk rekan satu institusinya sendiri sebelum sempat menuntaskan perjanjian dengan sang bandar. PN ditahan oleh penyidik setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim, April.

Anjan meyakini, narkotik yang ditemukan saat itu adalah milik si bandar, dan bukan akal-akalan PN. Walau demikian, untuk memastikan keyakinannya, polisi masih perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

"PN ini akan dilihat bobotnya bagaimana, dan nanti kita tunggu hasil pemeriksaannya," kata Anjan. "Sudah kami nonaktifkan, sejak diperiksa oleh Propam, sudah dinonaktifkan sebagai profesional dan kami tunggu proses."

Berdasarkan laporan akhir tahun Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah pengguna narkotik di Indonesia mencapai 4 juta jiwa. Peredaran gelap narkotik di lembaga pemasyarakatan juga belum bisa diberantas hingga kini. Terakhir, Mabes Polri mengungkap jaringan narkotik yang dikendalikan dari dalam penjara.

Indonesia tengah gencar berperang melawan narkotik terutama sejak pemerintahan dikuasi oleh Presiden Joko Widodo. Perang terhadap narkotik ditunjukan Jokowi dengan menolak hampir semua permohonan grasi yang diajukan para terpidana mati narkotik.

Jokowi juga memberi lampu hijau kepada Kejaksaan Agung untuk mengeksekusi terpidana mati yang memiliki narkotik. Sejak Jokowi resmi menjadi presiden pada 20 Oktober 2014, Indonesia telah dua kali melakukan eksekusi mati terhadap terpidana narkotik.

Pemerintah melakukan sejumlah cara untuk mengurangi angka pengguna narkotik, salah satunya dengan mendirikan panti rehabilitasi bagi para pecandu. Pada Agustus 2014, Kementerian Hukum dan HAM telah meresmikan lokasi rehabilitasi di 16 kabupaten dan kota.

Ke-16 kabupaten/kota yang memiliki lokasi rehabilitasi tersebut yaitu Batam, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang Selatan, Semarang, Surabaya, Kota Maros, Makassar, Samarinda, Balikpapan, Padang, Sleman, Pontianak, Banjar Baru, dan Mataram. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER