Buat Surat Persetujuan Impor Kilat Memakan Biaya Rp 2 Juta

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Jumat, 07 Agu 2015 21:36 WIB
Tersangka kasus dwelling time Imam Aryanta telah mengeluarkan 1.280 surat persetujuan impor (SPI).
Kapal kargo bersandar saat aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu, 21 Februari 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu tersangka kasus dugaan suap, pemerasan, dan gratifikasi dalam proses bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Imam Aryanta (IM) ternyata memiliki sebuah kantor yang berfungsi untuk membuat surat persetujuan impor (SPI) bagi beberapa perusahaan yang ingin diprioritaskan dalam proses bongkar muat tersebut.

Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mujiyono, kantor yang terletak di kawasan Menteng bernama PT Ika Jaya tersebut telah beroperasi selama satu tahun dan sudah melayani ribuan permintaan SPI prioritas.

"Menurut pemeriksaan kami sudah ada dua kelompok besar yang (yang menggunakan jasa Imam)," kata Mujiyono saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Jumat malam (7/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari dua kelompok tersebut, Mujiyono mengatakan bahwa, satu kelompok ada yang membuat sebanyak 600 SPI sedangkan satu kelompok lagi membuat 680 SPI. Dengan demikian total SPI yang dibuat oleh kantor Imam tersebut menyentuh angka 1.280 SPI.

Mujiyono menambahkan biaya yang dibutuhkan untuk mengeluarkan SPI prioritas beragam. Namun begitu, berdasarkan penyelidikan awal untuk mengeluarkan satu SPI bisa memakan biaya hingga Rp 2 juta. (Baca juga: Tim Lidik Polda Metro Jaya Perluas Lingkup Kasus Bongkar Muat)

"Satu sampai dua juta, tapi ini masih didalami apakah benar atau tidak," katanya.

Terkait dengan pembentukan kantor oleh Imam tersebut, Mujiyono mengatakan bahwa rekan kerja Imam di Kementerian Perdagangan pun tidak mengetahui perihal eksistensi kantor tersebut. Jangankan rekannya, atasannya juga disebut tidak mengetahui keberadaan Kantor PT Ika Jaya tersebut.

Dalam akte pembentukan kantor, PT Ika Jaya dipimpin oleh seorang perempuan berinisial I atau biasa dipanggil C. "Dia itu dikendalikan IM untuk menerima orang-orang yang ingin mengurus SPI prioritas cepat," katanya.

Dari penggeledahan yang dilakukan selama dua jam tersebut, penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya berhasil mengamankan dua buah CPU serta beberapa berkas yang berhubungan dengan proses pembuatan SPI. (Baca juga: Polisi Bentuk Dua Tim untuk Usut Kasus Bongkar Muat Barang)

Selain menemukan barang bukti, penyidik juga menemukan bahwa ada dua orang yang dipekerjakan oleh Imam dalam kantor tersebut. Pemeriksaan terhadap keduanya pun, kata Mujiyono akan dilakukan sesegera mungkin.

Lima orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya dalam kasus dwelling time ini adalah Partogi Pangaribuan, Imam Aryanta, M, MU serta wanita berinisial L. Tiga nama pertama merupakan orang-orang yang bekerja di Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan. (Baca juga: Pemerintah Akui Celah Korupsi dalam Aturan Impor)

Sementara MU, dirinya disebut bekerja sebagai importir di Priok, sedangkan L adalah seorang pengusaha.

Kelima tersangka saat ini sudah menjadi tahanan dari penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Penyidik saat ini masih fokus mendalami kasus tersebut di Kementerian Perdagangan. (Baca juga: Pengusaha: Praktik Suap Dwelling Time Bukan 'Barang Baru') (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER