Audit BPK Soal Kasus UPS Jadi Acuan Baru Bareskrim

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Sabtu, 22 Agu 2015 16:24 WIB
Dalam audit disebutkan bahwa penggelembungan dana pengadaan UPS merupakan usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta.
Kabareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso saat memberi keterangan kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/5). (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal Mabes Polri masih mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan alat pembangkit daya listrik atau uninterruptible power supply (UPS) anggaran 2013-2014 di DKI Jakarta. Hasil audit yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan menjadi acuan baru dari pendalaman kasus tersebut.

Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso mengatakan anak buahnya pasti akan menindaklanjuti audit BPK tersebut. Apalagi, dalam audit itu disebutkan bahwa penggelembungan dana pengadaan UPS merupakan usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta.

"Pasti akan kita tindaklanjuti ya, arahnya sudah petunjuk dari BPK," kata Budi saat ditemui di Mabes Polri, kemarin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain akan menindaklanjuti hasil audit dari BPK, beberapa pegangan lain pun akan didalami demi menguak keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut.

Beberapa saksi serta beberapa dokumen yang sudah penyidik pegang akan terus dipelajari. Sayangnya, dari beberapa dokumen yang dipegang belum ada satu pun yang merupakan hasil audit.

"Sekarang belum, kita baru mau minta karena yang akurat memang dari lembaga audit," katanya. (Baca: Ahok Klaim Kerugian Kasus UPS Melebihi Century dan Hambalang)

Sementara untuk hasil audit BPK yang menyatakan keterlibatan DPRD, sampai saat ini Budi mengaku belum menerimanya. Namun, sekali lagi, dia memastikan bahwa anak buahnya pasti akan menindaklanjutinya segera setelah mendapatkannya.

"Jika sudah resmi saya terima saya pasti tindaklanjuti, tapi sampai sekarang saya belum terima," ujar Budi.

Dalam laporannya, menyatakan pengadaan UPS tidak sesuai ketentuan. (Baca: Ahok Kupas Modus Anggaran Siluman di Kasus UPS)

Poin 31 dalam LHP BPK halaman 213 tersebut menyebutkan ada indikasi pemahalan harga pengadaan UPS pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD), Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Menengah Jakarta Barat dan Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Menengah Jakarta Selatan senilai Rp 163,8 miliar.

Dari hasil pemeriksaan terhadap proses perencanaan, pelelangan, dan pelaksanaan atas kegiatan pengadaan UPS di BPAD, Sudin Pendidikan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan, BPK menyimpulkan proses penganggaran kegiatan pengadaan UPS di ketiga lembaga tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dan tidak didukung dengan kebutuhan barang yang memadai.

Lebih lanjut poin itu menyebutkan, tadinya anggaran pengadaan UPS ini tidak masuk ke dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) BPAD atau RKA masing-masing sudin. Namun pada akhirnya dianggarkan ke dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) BPAD dan masing-masing Sudin.

Penambahan anggaran pengadaan UPS tersebut pada anggaran BPAD dan Sudin ternyata berdasarkan hasil pembahasan internal di Komisi E DPRD DKI yang membidangi kesejahteraan rakyat. Pembahasan internal itu pun hanya ditandatangani oleh pimpinan Komisi E DPRD DKI.

Pembahasan yang dilakukan Komisi E itu pun, dikatakan BPK, tidak melalui mekanisme pembahasan Rancangan APBD (RAPBD) antara DPRD dan Gubernur DKI yang diwakili oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.

Tidak hanya itu, BPK juga mencatat spesifikasi rincian UPS mengarah pada produk tertentu. Kegiatan pengadaan UPS tidak hanya menyebutkan anggaran UPS-nya, tapi juga menyebutkan secara rinci spesifikasi jumlah rak kabinet dan jumlah baterai yang diadakan mengarah ke produk tertentu karena setiap barang memiliki jumlah rak kabinet dan jumlah baterai yang berbeda-beda. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER