Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah berkas perkaranya lengkap alias P21, penanganan tersangka kasus dugaan korupsi uninterruptible power supply (UPS) Alex Usman akhirnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Kamis (27/8), untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan.
"Pelimpahan tahap dua sudah dilakukan pagi tadi. Tersangka beserta barang bukti sudah kami limpahkan," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Brigadir Jenderal Ahmad Wiyagus di Markas Besar Polri, Jakarta.
Selanjutnya, sidang akan dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Jadwal sidangnya sendiri akan ditentukan oleh hakim yang berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wiyagus berharap, fakta-fakta persidangan nantinya akan membuka semua persoalan dalam kasus ini secara terang benderang. “Semoga lancar, biar bisa terungkap semuanya.” (Baca juga:
Ahok: Disdik Paling Keterlaluan, Semua Mau Dicurangi!)
Sementara itu, berkas perkara untuk tersangka Zaenal Soleman masih belum dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Juru Bicara Direktorat Tindak Pidana Korupsi Komisaris Besar Adi Deriyan Jayamarta mengatakan, penyidik masih melengkapi alat bukti untuk si tersangka.
"Kami berharap juga sama, ada percepatan pemenuhan unsur formil dan materilnya, sehingga untuk UPS bisa segera mungkin kedua2nya P21," kata Adi.
Sejauh ini baru Alex dan Zaenal yang ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Mereka berdua berperan sebagai pejabat pembuat komitmen, masing-masing dari Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat dan Pusat. (Baca juga:
Lulung Ajak Ahok 'Ngopi Bareng' Bahas Soal Korupsi)
Untuk kemungkinan penetapan tersangka baru, kata Adi, akan ditentukan setelah penyidik kembali melakukan gelar perkara berdasarkan berkas Alex yang sudah dinyatakan lengkap.
"Hasil dari P21 ini nanti akan kita gelarkan kembali untuk kemudian pihak-pihak mana saja yang tepat untuk ditingkatkan prosesnya, kita fokuskan pemeriksaannya untuk ditetapkan sebagai tersangka berikutnya," kata dia.
Sebelumnya, dalam laporan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan pengadaan UPS tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Poin 31 dalam LHP BPK halaman 213 tersebut menyebutkan ada indikasi pemahalan harga pengadaan UPS pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD), Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Menengah Jakarta Barat dan Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Menengah Jakarta Selatan senilai Rp 163,8 miliar.
Dari hasil pemeriksaan terhadap proses perencanaan, pelelangan, dan pelaksanaan atas kegiatan pengadaan UPS di BPAD, Sudin Pendidikan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan, BPK menyimpulkan proses penganggaran kegiatan pengadaan UPS di ketiga lembaga tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dan tidak didukung dengan kebutuhan barang yang memadai. (Baca juga:
Ahok Mengaku Tak Tahu soal Perkara UPS)
Lebih lanjut poin itu menyebutkan, tadinya anggaran pengadaan UPS ini tidak masuk ke dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) BPAD atau RKA masing-masing sudin. Namun pada akhirnya dianggarkan ke dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) BPAD dan masing-masing Sudin.
Penambahan anggaran pengadaan UPS tersebut pada anggaran BPAD dan Sudin ternyata berdasarkan hasil pembahasan internal di Komisi E DPRD DKI yang membidangi kesejahteraan rakyat. Pembahasan internal itu pun hanya ditandatangani oleh pimpinan Komisi E DPRD DKI.
Pembahasan yang dilakukan Komisi E itu pun, dikatakan BPK, tidak melalui mekanisme pembahasan Rancangan APBD (RAPBD) antara DPRD dan Gubernur DKI yang diwakili oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.
Tidak hanya itu, BPK juga mencatat spesifikasi rincian UPS mengarah pada produk tertentu. Kegiatan pengadaan UPS tidak hanya menyebutkan anggaran UPS-nya, tapi juga menyebutkan secara rinci spesifikasi jumlah rak kabinet dan jumlah baterai yang diadakan mengarah ke produk tertentu karena setiap barang memiliki jumlah rak kabinet dan jumlah baterai yang berbeda.
(hel)