Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara kondang Otto Cornelis Kaligis didakwa menyuap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Dalam proses transaksi suap, Kaligis kerap menyebut kata 'buku' saat berbincang dengan anak buahnya, M Yagari Bahastara alias Geri.
Kaligis menyebut kode buku sebanyak dua kali, yakni pada tanggal 5 Juli dan 6 Juli 2015. Pada Minggu 5 Juli, Kaligis menyuruh Geri untuk mengecek apakah 'buku' sudah dibawa oleh anak buah lainnya yang bernama Indah. Kala itu, ketiga orang akan terbang ke Medan menyerahkan duit yang diduga suap kepada hakim PTUN.
"Cek Indah, bawa tidak 'bukunya'. Percuma kalau tidak bawa," kata Kaligis kepada Geri di Terminal 2 F Bandara Soekarno Hatta, di Jakarta, saat itu, seperti mengutip berkas dakwaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buku yang dimaksud adalah buku karangan Kaligis yang akan diberikan pada hakim. Dalam dua buah buku, terdapat masing-masing amplop putih berisikan duit senilai US$ 5.000.
Setibanya di Medan, Kaligis menyuruh Geri untuk bertemu hakim Dermawan Ginting dan Amir Fauzi di gedung PTUN Medan. Sementara Kaligis dan Indah hanya duduk di dalam mobil menunggu Geri.
Proses transaksi pun berjalan. "Ini ada titipan dari Pak OC Kaligis," kata Geri kepada para hakim. Hakim pun menerima.
Keesokan harinya, pada tangal 6 Juli 2015, Kaligis kembali menanyakan buku dan amplop. "Kemarin dia (hakim) bilang apa? Kau kasih buku, dia terima?" kata Kaligis bertanya pada Geri.
"Iya dia terima," kata Geri menjawab.
Transaksi suap saat itu merupakan transkasi kedua kalinya. Sementara transaksi pertama, Kaligis menyerahkan langsung duit kepada para hakim usai konsultasi pengajuan gugatan kepada Kejaksaan Tinggi atas penyelidikan korupsi dana bantuan sosial di Pemerintah Provinsi Sumatera Utama.
"Sekitar bulan April 2015, terdakwa (Kaligis) bersama Geri dan Indah menemui Syamsir Yusfan (panitera) dan Tripeni Irianto (hakim PTUN) untuk konsultasi gugatan. Setelah konsultasi,terdakwa (Kaligis) memberikan amplop berisi Sin$ 5.000 kepada Tripeni Irianto. Selanjutnya menemui Syamsir dan memberi uang US$ 1.000," kata tim jaksa yang diketuai Yudi Kristiana di Pengadilan Tipikor.
Kemudian, pada tanggal 1 Juli 2015, Sekretaris dan Kepala Bagian Administrasi dari Kantor OC Kaligis & Assciates, Yenny Octorina Misnan melaporkan penerimaan duit Rp 50 juta dan US$ 30 ribu yang diterima dari istri Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti.
Sejurus kemudian, Kaligis meminta Yenny untuk membungkusnya dalam tiga amplop yang berbeda dan diisi dengan masing-masing US$ 3.000, serta menyiapkan dua amplop yang diisi dengan masing-masing US$ 1.000.
Keesokan harinya, Kaligis menemui Tripeni untuk menyerahkan amplop putih, namun Tripeni menolak.
Selanjutnya, pada tanggal 9 Juli, Geri menemui Syamsir dan menyerahkan duit untuknya. Tak lupa, Geri juga menyerahkan amplop berisi duit untuk Tripeni senilai US$ 5.000. Saat hendak keluar dari Kantor PTUN Medan, Geri dicokok oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan tiga hakim dan satu panitera.
Merujuk berkas dakwaan, suap bermula ketika pada tanggal 16 Maret 2015, Kejaksaan Tinggi Sumut memanggil anak buah Gatot bernama Achmad Fuad Lubis untuk diminta keterangannya terkait dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial (bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS, tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah Badan Usaha Milik Daerah pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Gatot yang mengetahui surat pemanggilan itu pun kebakaran jenggot. Ia tak ingin namanya dicatut oleh Fuad sampai penyidik memanggilnya untuk diperiksa.
Alhasil, sekitar bulan Maret 2015, Gatot dan sang istri muda, Evy, segera terbang ke Jakarta untuk menemui Kaligis di kantornya. Duo pasangan suami istri ini pun meminta Kaligis untuk menjadi kuasa hukum Fuad. Selanjutnya, sekitar bulan April 2015 di sebuah rumah makan di Medan, Fuad atas permintaan Gatot, menandatangani surat kuasa kepada tim penasihat hukum OC Kaligis & Associates.
Usai persetujuan hitam di atas putih, Kaligis dan timnya segera bergegas mengatur strategi. Tujuannya satu, memenangkan gugatan klien. Kaligis dan Geri pun melobi hakim dan panitera PTUN Medan.
Lobi tersebut, didakwa jaksa KPK, menggunakan duit suap. Total duit suap yakni Sin$ 5.000 dan US$ 22 ribu, kepada Dermawan, Amir, Tripeni dan Syamsir.
Duit berasal dari Gatot dan Evy sementara penyerahan dilakukan oleh Kaligis dan Geri. Lantaran duit pemulus tersebut, majelis hakim mengabulkan gugatan dan Kejaksaan menghentikan penyelidikan.
Atas tindakan tersebut, Kaligis didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(meg)