Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI telah menyepakati persoalan pertemuan jajaran anggota dewan dengan konglomerat Amerika Serikat Donald Trump sebagai perkara tanpa aduan. Kesepakatan itu diputuskan dalam kuorum rapat pleno yang digelar Senin kemarin (7/9).
Wakil Ketua MKD Junimart Girsang menyatakan penilaian kategori 'perkara tanpa aduan' itu disimpulkan lantaran kujungan jajaran anggota dewan dengan Trump telah memasuki ranah publik. Dalam hal ini, pemberitaan kadung meluas dan protes keras justru mengalir di masyarakat. (Baca:
Setya Novanto-Fadli Zon Diberondong Tujuh Petisi Masyarakat)
"Jadi kalau ada teman-teman yang mengadu setelah kami putuskan, maka para pengadu tersebut akan kami jadikan sebagai saksi," ujar Junimart di Gedung DPR, Selasa (8/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Junimart mencatat sampai saat ini MKD telah menerima surat laporan dari enam anggota dewan. Pelaporan mereka bakal masuk dalam pertimbangan untuk kemudian dihadirkan memberi kesaksian. (Baca:
Setya Novanto-Fadli Zon Resmi Dilaporkan ke Mahkamah Dewan)
Semua laporan itu masih dalam proses pengkajian di MKD. Junimart menyatakan dalam waktu dekat pembahasan bakal diputuskan dalam rapat pimpinan untuk kemudian dibawa dalam rapat pleno anggota.
Nantinya, kata Junimart, bukan hanya Setya Novanto dan Fadli Zon yang bakal dipanggil menghadap MKD untuk dimintai klarifikasi. Tapi juga semua anggota yang ikut terlibat dalam lawatan kerja.
"Bila perlu, kemarin kami putuskan dalam Rapim, kalau memang harus Donald Trump kami panggil," kata dia.
Selain mereka yang turut serta dalam kunjungan, MKD juga bakal memanggil pihak Kesetjenan DPR. Pihak Kesekretariatan dalam hal ini punya porsi yang tak kalah penting untuk dimintai klarifikasi.
Junimart menyatakan MKD perlu mendapat keterangan mengenai, di antaranya, jadwal kunjungan kerja, protokoler agenda, jumlah rombongan yang berangkat, biaya anggaran yang dikeluarkan, serta tenggat masa kunjungan kerja.
Pasalnya, kata Junimart, kunjungan kerja ke Amerika Serikat itu diagendakan hanya sampai tanggal 3 September.
"Nah kalau sampai tanggal 3, kenapa masih ada yang belum pulang. Itu anggarannya dari mana. Termasuk kalau ada keluarga yang ikut, itu akan kami pertanyakan," ujar Junimart.
Meski demikian, Junimart menegaskan MKD pada akhirnya bakal berfokus pada rekomendasi sanksi sekira nantinya terungkap telah terjadi pelanggaran kode etik yang berkaitan dengan martabat, citra, dan integritas anggota dewan. Kalaupun nantinya ada dugaan yang mengarah pada penyelewengan anggaran, MKD bakal menyerahkannya kepada pihak Kesetjenan.
Dengan kata lain, ujar Junimart, pengusutan perkara tanpa aduan yang menyeret sejumlah anggota dewan ini tidak ada kaitannya dengan wacana kocok ulang alat kelengkapan dewan yang belakangan mulai mengemuka.
"Ini kan masalah etika, masalah norma yang dilanggar. Memangnya kopi bisa dikocok ulang," kata dia.
(obs)