Jakarta, CNN Indonesia -- Publik dikejutkan dengan berita wafatnya pengacara senior Adnan Buyung Nasution hari ini, Rabu (23/9) di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta. Setelah sempat stabil dua hari yang lalu hingga satu hari sebelum wafat, kondisi kesehatan Buyung perlahan menurun hingga akhirnya meninggal.
Ada banyak cerita menarik yang sebenarnya tak bisa mewakili catatan perjalanan Buyung dalam hiruk pikuk dunia hukum dan demokrasi di Indonesia. Termasuk kenangan mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Patra M Zen mengenai sosok Buyung yang kerap membantu orang susah.
“Jadi beliau itu untuk saya sebagai ayah, guru, juga sebagai teladan dalam arti keadilan dan bantuan hukum cuma-cuma untuk rakyat miskin. Yang susah, yang datang kepada beliau, pasti dibantu,” kata Patra kepada CNN Indonesia, mengenang almarhum Buyung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(Baca:
'Bang Buyung Selalu Bantu Banyak Orang')
Pengacara Mohammad Assegaf juga mengaku dirinya kerap dibantu Buyung jika mengalami kesulitan. Tak terhitung berapa banyak kebaikan yang telah diberikan Abang, panggilan akrab Assegaf untuk Buyung, kepada dirinya.
Dia saya panggil ‘Abang.’ Ketika lagi susah, saya selalu dibantu beliau,” kata Assegaf.
Cerita lain yang sulit dilupakan adalah ketika pria kelahiran 20 Juli 1934 ini menulis sebuah buku berjudul “Nasihat untuk SBY” yang kala itu sempat membuat panas telinga Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
(Baca:
Pengacara Adnan Buyung Dirawat di RS, Berawal dari Sakit Gigi)
Bagi mereka yang mengenal baik sosok Buyung, karakter sang advokat kawakan itu sangat berseberangan dengan SBY. Buyung dikenal blak-blakan, tanpa kompromi, dan apa adanya.
Keduanya bekerja sama ketika Sang Presiden menunjuknya sebagai salah satu Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) periode 2007-2009. Saat SBY kembali menjabat Presiden untuk kedua kalinya, Buyung yang tak lagi menjadi Wantimpres menerbitkan buku di tahun 2012.
Meski sempat menolak menjadi Anggota Wantimpres lantaran namanya sudah masuk sebelum Buyung diberi tahu, akhirnya dia menerima juga pinangan untuk menjadi Wantimpres. Situasi dan komunikasi antara Anggota Wantimpres dengan SBY itulah yang dimuat Buyung dalam bukunya yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas.
(Baca:
Ternyata 'Buyung' Bukan Nama Aslimu)
Buku itu mengundang kontroversi lantaran Buyung dianggap menabrak ketentuan dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2006 tentang Wantimpres yang berbunyi, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, anggota Wantimpres tidak dibenarkan memberikan keterangan, pernyataan, dan atau menyebarluaskan isi nasihat dan pertimbangan kepada pihak mana pun.
Dalam bedah buku yang dilakukan pada 25 Mei 2012, sejumlah pihak berkomentar terhadap buku Buyung. Salah satunya politikus senior Partai Golongan Karya Akbar Tandjung.
“Hal itu memperlihatkan sikap Bang Buyung yang sangat kritis dan tidak ragu menyampaikan pendapat, saya kira orang seperti ini yang kita butuhkan,” kata Akbar.
Saat itu, Buyung juga mengaku siap jika dia dituntut SBY lantaran membeberkan pertimbangan yang dia berikan selama menjadi Anggota Wantimpres. “Saya dengan sadar melanggar itu, memang orang bilang saya ini kontroversial, tapi saya pikir mesti ada orang yang berani. Dengan segala risiko saya dituntut oleh SBY, bawa ke pengadilan, silakan,” ujar Buyung.
Ketua Mahkamah Konstitusi kala itu, Mahfud MD, menyebut SBY tidak bisa mengajukan tuntutan terhadap buku Buyung. “Enggak ada pelanggaran, karena di dalam aturan itu tidak ada ancamannya, itu kan hanya nilai etis saja,” tutur Mahfud.
(rdk)