Isu Kasus Pelanggaran HAM Tak Diminati Hakim

Aghnia Adzkia & Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Rabu, 30 Sep 2015 10:24 WIB
Komisi Yudisial menyebut, negara tak lagi menyelenggarakan peradilan HAM sejak kasus Timor-Timur.
Mahasiswa Universitas Atma Jaya menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (25/9/2015). (Detik Foto/Agung Pambudhy)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisioner Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh menilai tak banyak para hakim yang tertarik untuk menggeluti isu Hak Asasi Manusia (HAM). Penilaian itu disampaikan setelah melihat bahwa negara tak lagi menghelat pengadilan HAM sejak kasus Timor-Timur silam.

Padahal sejumlah kasus HAM belum tuntas diusut. Pelatihan HAM yang biasa digelar pun tak lagi diadakan.

"Untuk apa pelatihan (tentang HAM bagi para hakim) kalau negara tidak mau menyelenggarakan peradilan?" kata Imam ketika berbincang dengan CNN Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama ini, lembaga pengawas hakim pimpinan Imam dan Mahkamah Agung (MA) bekerja sama menggelar pelatihan HAM sebanyak empat kali sejak tahun 2011 hingga 2015. Pelatihan tersebut ditujukan bagi para hakim di pengadilan negeri.

Jumlah peserta pelatihan selama rentang tersebut mencapai 200 orang. Mereka adalah delegasi dari tempatnya bertugas baik di pengadilan tingkat pertama maupun pengadilan tinggi di sejumlah wilayah seperti Medan, Palembang, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan lainnya.

"Tidak ada yang mengajukan diri karena minat. Itu ditugaskan saja dari lembaganya," katanya.

Sementara itu, juru bicara MA Suhadi menjelaskan, absennya para hakim pengadilan HAM lantaran kontrak yang sudah habis sejak kasus Timor-Timur diselesaikan. Masa kerja hakim Pengadilan HAM terbatas hanya lima tahun.

Majelis hakim pengadilan HAM terdiri dari dua hakim karier yang telah bekerja di pengadilan negeri dan tiga hakim ad hoc. Mereka direkrut khusus untuk mengusut kasus HAM.

Saat ini, Pengadilan HAM terletak di sejumlah lokasi seperti Jakarta, Medan, Surabaya, dan Makassar.

"Contoh hakim Pengadilan HAM adalah Pak Syakir, mantan Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan pernah menjadi hakim ad hoc di MA," kata Suhadi.

Isu Lain Lebih Seksi

Nihilnya pengadilan HAM menjadi isu utama di kalangan para hakim. Menurut Imam Anshori Saleh, hakim lebih memilih isu lain yang lebih populer di meja hijau seperti korupsi.

"Kalau hakim korupsi ada insentif sendiri. Kalau HAM juga jarang dilakukan. Jadi mereka tidak tertarik," ujarnya.

Imam melanjutkan, jika peradilan HAM tetap ada dan berjalan dengan baik maka tak menutup kemungkinan para hakim tertarik untuk menggeluti bidang tersebut. "Kalau punya keahlian tapi tidak digunakan kan tidak ada gunanya," ucapnya

Menurut Imam, strategi pemberian insentif laiknya peradilan korupsi dapat menjadi alternatif untuk memantik ketertarikan para hakim. Namun strategi tersebut bukanlah poin utama dalam penataran para hakim HAM. Poin penting justru ada pada niat dan realisasi dari pemerintah mengusut kasus HAM yang mangkrak dengan membentuk peradilan HAM.

Kasus Pelanggaran HAM

Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan pada 21 Mei 2015 menggelar rapat di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (21/5). Rapat ini menindaklanjuti pertemuan pertama yang digelar pada 21 April.

Bersama Jaksa Agung M. Prasetyo, Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti, Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional HAM Jimly Asshiddiqie, Komisioner Komnas HAM Nur Kholis, Kepala Badan Intelijen Nasional saat itu Marciano Norman, dan Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi, Kemenko Polhukam yang masih dipimpin Tedjo Edhy Purdijatno membahas penanganan kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Prasetyo mengaku telah mengagendakan enam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang akan diselesaikan melalui Komite Rekonsiliasi.

"Karena peristiwa sudah lama terjadi, baik Komnas HAM selaku petugas penyelidik maupun Jaksa Agung yang nanti menyidik kasus HAM, sedikit mengalami kesulitan dalam mengumpulkan bukti, saksi dan tersangka," ujar Prasetyo.

Keenam kasus tersebut di antaranya adalah kasus peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, Talang Sari di Lampung 1989, penghilangan orang secara paksa 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER