Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti akan mempercepat proses penyidikan kasus pembunuhan petani antitambang Salim Kancil di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
“Mabes Polri telah mengirimkan bantuan personel ke Polda Jawa Timur dan Polres Lumajang,” kata Badrodin menanggapi petisi ‘Pak Badrodin, Tangkap Para Pembunuh Salim Kancil’ di
Change.org yang ditujukan kepadanya.
Badrodin juga meminta kepada masyarakat yang memiliki data dan informasi terkait tragedi tewasnya Salim Kancil, untuk segera menyampaikannya kepada Kepolisian, baik Polres Lumajang, Polda Jawa Timur, atau Mabes Polri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Ini agar Polri bisa mengungkap aktornya,” kata Badrodin.
Sejauh ini 23 orang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Kepala Desa Selok Awar-awar, Hariyono. Desa itu merupakan tempat tinggal Salim Kancil, sekaligus menjadi tempatnya dibunuh oleh sekelompok orang pada Sabtu pekan lalu, 26 September.
Badrodin telah memerintahkan jajarannya untuk mengusut tuntas kasus penganiayaan yang menewaskan Salim Kancil dan membuat rekan Salim, Tosan, luka berat.
Sementara terkait kritik terhadap Kepolisian yang menyebut polisi lamban bertindak, tak menanggapi ancaman terhadap Salim, bahkan dituding terlibat dalam penganiayaan tersebut, Badrodin pun akan menindaklanjutinya.
“Saya sudah perintahkan Kadiv Propam Mabes Polri untuk mengecek informasi tersebut, dan menindak anggota Polri yang salah atau lalai,” ujar Badrodin.
Sejumlah lembaga saat ini menurunkan tim ke Lumajang untuk memantau penanganan kasus tersebut, antara lain Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat RI dan Komisi Kepolisian Nasional.
Tim Kerja Perempuan dan Tambang yang membuat petisi online terkait tewasnya Salim Kancil menyebut peristiwa itu bukan tindak kriminal biasa, melainkan pembunuhan berencana yang dipicu penolakan warga terhadap penambangan pasir besi.
Siti Maimunah dari TKPT menyebut semua itu bermula saat Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-awar pada Januari menolak penambangan pasir besi yang mengakibatkan kerusakan lingkungan desa.
Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-awar meminta untuk beraudiensi dengan Bupati Lumajang pada Juni, tapi disebut tak mendapat tanggapan. Hingga akhirnya pada 9 September mereka menyetop truk pengangkut pasir.
(agk)