Bambang Widodo Sebut Pejabat Negara Alergi Dikontrol KPK

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Senin, 12 Okt 2015 08:25 WIB
Hubungan antarlembaga penegak hukum yang tak stabil, kata pengamat hukum Bambang Widodo Umar, menjadi keuntungan bagi koruptor, termasuk pejabat nakal.
Pengamat hukum dan kepolisian, Bambang Widodo Umar. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat hukum dan kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, menilai para pejabat negara takut diawasi kinerjanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Ini terutama, kata Bambang, terlihat pada mereka yang mendukung revisi Undang-Undang KPK.

"Kecenderungannya, para pejabat negara baik di pemerintahan maupun di legislatif, alergi kalau dikontrol," kata Bambang di Jakarta.

Dengan demikian, kecenderungan penyimpangan sangat mungkin terjadi. Para koruptor, ujar Bambang, lebih senang 'bermain' dalam situasi antarlembaga yang tidak stabil untuk mendapatkan keuntungan lebih besar. Oleh sebab itu menurutnya KPK perlu diperkuat untuk mengawasi pejabat yang berpotensi melakukan korupsi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika keliru melangkah sedikit, mereka (para pejabat negara) akan kena. Ini barangkali ketakutan mereka," ujar Bambang.
Selama ini perjanjian kerja sama antara KPK dengan lembaga penegak hukum lain, seperti Kejaksaan dan Kepolisian, sudah ada. Nota kesepahaman itu pernah dibuat pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Maka jika koordinasi dilakukan dengan baik antarlembaga, upaya pelemahan KPK tidak akan terjadi.

"Ini yang belum dilaksanakan secara baik. Kerja sama ini tinggal dibenahi dan diimplementasikan," kata Bambang.

Sementara anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK 2015, Betti Alisjahbana, mengatakan hubungan kerja sama antara KPK dengan Kepolisian dan Kejaksaan telah diatur dalam Undang-Undang KPK.

Dalam menyeleksi calon pimpinan KPK, ujar Betti, salah satu kriterianya adalah mampu bekerja sama dengan lembaga terkait, sebab itu menjadi tugas pimpinan KPK dalam melakukan fungsi koordinasi dan supervisi.

"Sebetulnya sudah diatur dalam Undang-Undang KPK yang sekarang tentang hubungan antara KPK dengan Kepolisian dan Kejaksaan. Tinggal dilaksanakan saja, tidak perlu direvisi undang-undangnya," kata Betti.

Sebelumnya, Koalisi Pemantau Peradilan yang terdiri dari enam lembaga swadaya masyarakat mengkritik tajam draf revisi UU KPK usulan DPR. Mereka meminta Presiden Jokowi bertindak tegas menolak revisi tersebut, dan mendesak DPR mencabut usulan itu.

"Jangan bunuh KPK. Kami mendesak DPR membatalkan usulan pembahasan dan mencabut Revisi Undang-undang KPK dari Prioritas Program Legislasi Nasional 2015. Kami meminta Presiden Jokowi menarik dukungan pemerintah dalam pembahasan," kata peneliti Indonesian Corruption Watch Abdullah Dahlan.
(bag)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER