Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Saya kira banyak sorotan dengan KPK, tapi kan Presiden sudah tegaskan, Presiden tidak akan revisi (UU) KPK, revisi dimungkinkan kalau hanya untuk memperkuat," ujar Teten di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (20/10). (Baca:
Presiden Jokowi Tolak Revisi UU KPK)
Oleh karena itu, lanjut Teten, Presiden meminta agar ide tentang revisi ini dibicarakan dengan para ahli hukum, akademisi, pegiat antikorupsi, dan pihak lainnya. "Memang saya kira ide untuk revisi (UU) KPK bukan pada periode ini, kan sudah lama. Dari pemerintahan lalu juga sudah ada," kata dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang paling penting, tutur Teten, Presiden sadar bahwa KPK bersama lembaga penegak hukum lainnya saat ini diperlukan. Apalagi, pembangunan infrastruktur saat ini tengah digenjot, sehingga dalam akselerasi proses tersebut berpeluang terjadi penyimpangan.
"Pemberantasan korupsi bagian dari kebutuhan pembangunan. Kan Presiden berkali-kali, misalnya perlambatan penyerapan anggaran pun, karena ada kriminalisasi terhadap pemegang proyek," ujar dia.
Ketika ditanya mengapa sikap Presiden terhadap pemberantasan korupsi tidak selantang ketika memerangi narkoba, Teten menilai bahwa hal itu disebabkan oleh timing (pemilihan waktu) saja. "Saat yang mana Presiden memberi tekanan, pada saat mana isu lain ditonjolkan, tapi baseline-nya saya kira sama," kata dia.
Jika dirunut ke belakang, Presiden Jokowi sebelumnya pernah menyatakan komitmennya untuk memperkuat KPK dan konsisten dalam upaya pemberantasan korupsi. Hal ini tentu bertentangan dengan apa yang disebutkan dalam susunan Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Merujuk susunan Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, pada Pasal 5, DPR mengusulkan masa kerja lembaga antirasuah itu tinggal 12 tahun setelah beleid itu diundangkan. Jika RUU ini diloloskan DPR pada tahun 2015 ini, maka KPK hanya akan ada hingga 2027. (Baca:
DPR-Pemerintah Akan Bertemu Terkait Revisi UU KPK)
Total ada 45 anggota DPR yang menjadi inisiator revisi UU KPK, dengan rincian 15 orang dari Fraksi PDIP, 11 orang dari NasDem, 9 orang dari Golkar, 5 orang dari Partai Persatuan Pembangunan, 3 orang dari Hanura, dan 2 orang dari Partai Kebangkitan Bangsa.
(obs/obs)