Jakarta, CNN Indonesia -- Staf ahli bekas anggota Komisi Energi DPR Dewie Yasin Limpo, Bambang Wahyu Hadi, gagal diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini. Bambang meninggalkan gedung komisi antirasuah sekitar pukul 14.15 WIB setelah berada di dalam sekitar empat jam.
"Saya tidak diperiksa karena pengacara saya tidak ada," kata Bambang, Selasa (3/11).
Sebelum masuk ke mobil tahanan untuk kembali ke Rumah Tahanan Pomdam Jaya Guntur Cabang KPK, Bambang sempat melontarkan pernyataan bahwa dirinya tidak paham soal suap pembahasan anggaran proyek pembangkit listrik mikro hidro di Kabupaten Deiyai, yang menyeretnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, KPK telah menetapkan Bambang sebagai tersangka penerima hadiah dari Direktur Utama PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiadi dan Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai, Papua, Irenius Adii.
"Saya tidak tahu apa-apa yang terjadi sebenarnya. Duitnya saja saya tidak pernah lihat
kok," katanya.
Bambang justru menekankan tak ada instruksi atau komando dari Dewie untuk menerima duit pelicin yang disebut-sebut diterimanya itu.
Sementara itu, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, mengatakan Bambang berperan aktif melobi nilai komitmen suap yakni sebanyak 7 persen dari total nilai proyek. Dalam lobi, Bambang seolah-olah mewakili Dewie dan sekretaris pribadinya, Rinelda Bandosa.
Hari ini, Bambang diperiksa sebagai saksi untuk Dewie beserta dua orang pegawai PT Hutama Karya. Ketika ditanya keterkaitan perusahaan pelat merah dengan proyek tersebut, dia pun menangkisnya. "Tidak ada, tidak ada," ujarnya.
Bambang dicokok KPK bersama Dewie di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta pada Selasa (21/10), sekitar pukul 19.00 WIB. Di tempat berbeda, beberapa jam sebelumnya, Rinelda tertangkap tengah menerima uang sebanyak Sin$177.700 atau sekitar Rp1,7 miliar dari Setiadi dan Irenius di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Proyek ini rencananya akan dilakukan tak hanya untuk tahun 2016. Nilai proyek terbilang fantastis yakni mencapai Rp255 miliar. Pembahasan untuk proyek tersebut mencakup pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari pos Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tahun 2016.
Irenius dan Setiadi diduga sebagai pemberi suap dan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Sementara Dewie Limpo bersama Rinelda dan Bambang diduga menerima suap dan melanggar pasal 12 huruf a, huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
(meg)