Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella, melalui kuasa hukumnya Maqdir Ismail, mempertanyakan keseriusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hendak menjadikan dia sebagai
justice collaborator kasus suap pengamanan perkara Gubernur Sumatra Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho di Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung.
Menurut Maqdir, sampai saat ini KPK tidak menunjukan perbedaan perlakuan terhadap Rio dibanding tersangka kasus korupsi lain. Padahal perlakuan berbeda seharusnya diberikan kepada tersangka yang hendak dijadikan
justice collaborator oleh penegak hukum.
"Kalau seandainya betul seperti itu artinya proses mulai dari awal, proses penyidikan dan penuntutan pun mestinya dilakukan secara berbeda. Akan tetapi ternyata tidak ada perbedaan apapun," ujar Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (4/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maqdir berkata, tingginya tuntutan yang diberikan terhadap Rio dalam perkara suap pengamanan perkara Gatot menjadi salah satu bukti tidak ada perlakuan berbeda dari KPK untuk kliennya.
"Kalau kita baca surat edaran Mahkamah Agung dan Undang-undang LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), terhadap
justice collaborator itu ada perlakuan khusus yang diberikan penyidik ataupun penuntut umum. Tetapi terhadap Rio tidak, dia tetap dituntut dengan satu pasal yang ancamannya sangat tinggi," katanya.
Sebagai catatan, Rio dijerat Pasal 12 huruf a, huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor oleh KPK. Sementara itu, Gatot dan istrinya, Evy Susanti, disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a, huruf b atau pasal 13 UU yang sama.
Hukuman maksimal yang menanti Gatot dan Evy sesuai pasal yang menjerat mereka adalah lima tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta. Sementara Rio dinanti hukuman maksimal penjara seumur hidup dan denda Rp1 miliar.
(rdk)