Jakarta, CNN Indonesia -- Eks Direktur Pelayanan Haji Kementerian Agama Zainal, Abidin Supi, mengatakan ada permintaan kuota haji dari anggota DPR Fraksi Golkar Ade Komarudin dan eks Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar. Baik Ade maupun Patrialis meminta jatah sisa kuota haji nasional tahun 2010.
"Ada permohonan kuota haji dari Ade Komaruddin. Patrialis Akbar ada," kata Zainal saat bersaksi untuk mantan Menteri Agama Suryadharma Ali di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/11).
Keduanya menggunakan jatah yang disediakan pemerintah untuk pemanfaatan sisa kuota haji bagi DPR dan instansi terkait. Di tahun 2010, ada pemanfaatan sebanyak 169 kursi dari anggota DPR Komisi VIII dan 309 kursi dari anggota parlemen non-Komisi VIII.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain pihak eksekutif dan legislatif, calon jamaah haji dari kalangan masyarakat juga diberikan kuota.
Setelah nama diajukan ke Kementerian Agama, maka akan diurus oleh bagian Pelayanan Haji. Zainal dan timnya memiliki waktu lima hari untuk memutuskan siapa yang lolos dan siapa yang tidak.
"Waktu yang diberikan untuk menyelesaikan permohonan hanya lima hari. Subdit menyeleksi, membuat proritas, dan membuat surat pengantar ke Kanwil guna pelunasan jamaah yang sudah memiliki nomor kursi," katanya.
Merujuk berkas dakwaan, SDA dijerat dua kasus. Kasus pertama adalah kasus haji yang disebut merugikan negara Rp 27 miliar.
Mantan Ketua Umum PPP ini disangka telah memanfaatkan pengadaan ibadah haji dengan cara melakukan korupsi dan penyelewengan di sektor pengadaan katering, pemondokan, transportasi dan atau penyelewengan kuota jemaah. Korupsi dilakukan dalam rentang anggaran 2010 hingga 2013.
SDA didakwa memperkaya orang lain seperti jajaran pegawai negeri di Kementerian beserta anggota DPR seperti Hasrul Azwar. Hasrul disebut mendapat keuntungan senilai SAR 5,8 juta.
Atas perbuatannya tersebut, SDA disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1
(meg)