Jakarta, CNN Indonesia -- Penelusuran aset Yayasan Supersemar yang dilakukan Kejaksaan Agung sejak bulan lalu dipertanyakan perkembangannya oleh Koalisi Pemantau Peradilan.
Menurut koalisi itu, Kejagung seharusnya membuka data perkembangan penelusuran aset Supersemar yang sudah dilakukan. Keterbukaan informasi harus diberikan Kejagung karena itu telah menjadi kewajiban lembaga negara seperti diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
"Ya, seharusnya data dan hasil penelusuran aset Supersemar dibuka ke publik. Kan sudah diatur mana informasi yang bisa dan tidak bisa diakses publik. Jika tidak ingin dianggap lamban menangani perkara tersebut, Kejagung harus membuka informasi sebesar-besarnya," ujar aktivis Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FH UI, Dio Ashar, di Kantor YLBHI, Jakarta, Rabu (18/11).
Selain mempertanyakan perkembangan penelusuran aset Supersemar, Koalisi Pemantau Peradilan juga menyinggung kinerja Kejagung dalam menarik uang pengganti dari perkara-perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut catatan Badan Pemeriksa Keuangan yang dimiliki Koalisi Pemantau Peradilan, terdapat uang pengganti sebesar Rp11 triliun lebih yang belum ditarik Kejagung dari perkara-perkara berstatus hukum tetap hingga awal tahun ini. Jumlah tersebut masih dapat bertambah jika digabung dengan denda yang dijatuhkan pada perkara-perkara sepanjang tahun ini.
"Kejagung masih memiliki piutang uang pengganti sebesar Rp11 triliun lebih yang belum dieksekusi. Padahal, dalam Instruksi Presiden Nomor 7 disebut bahwa Kejaksaan memiliki target menyetor 80 persen uang pengganti perkara ke kas negara," kata Aktivis aktivis ICW Lalola Easter di kesempatan yang sama.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto berkata, penelusuran aset milik Yayasan Supersemar masih dilakukan oleh tim gabungan dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAMdatun), Jaksa Agung Muda Intelijen (JAMintel), dan Pusat Pemulihan Aset (PPA). Namun, dirinya tidak mau berkomentar banyak mengenai perkembangan hasil kerja tim gabungan tersebut.
"Kalau penelusuran aset Supersemar masih berjalan ya oleh tim gabungan. Jika sudah saatnya nanti kami umumkan temuannya seperti apa. Saat ini masih berjalan," ujarnya saat dihubungi kemarin.
Hingga pertengahan November ini, PN Jakarta Selatan dikabarkan masih menyusun ringkasan perkara Supersemar. Ringkasan dibuat sebelum pihak pengadilan memanggil dan mempertemukan Jaksa Pengacara Negara dari Kejagung dengan pengurus Supersemar.
Pertemuan JPN dan pengurus Supersemar akan dilakukan pada sidang Aanmaning. Dalam sidang Aanmaning nanti, pengurus Supersemar akan diminta untuk melunasi denda sebesar Rp4,4 triliun lebih dalam waktu delapan hari.
Jika pembayaran secara sukarela tidak terpenuhi dalam waktu yang ditentukan, maka PN Selatan dapat melakukan penyitaan secara paksa.
(pit)