Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung menjawab kritik dari Koalisi Pemantau Peradilan yang menilai lembaga tersebut lamban menarik denda pengganti pada perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto, proses penarikan denda pengganti perkara tetap dilakukan oleh lembaga Adhyaksa selama ini. Namun, kesulitan memang diakui ada dalam upaya menarik denda dan uang pengganti dari perkara yang sudah inkracht.
"Itu kan perkara-perkara lama sehingga masih perlu dicari berkasnya dan sebagainya untuk bisa dieksekusi. Ya, kita akan terus bekerja, tapi masalahnya kan tidak sesederhana itu untuk menyelesaikan eksekusi," kata Amir di kantornya, Kamis (19/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut catatan Badan Pemeriksa Keuangan yang dimiliki Koalisi Pemantau Peradilan, terdapat uang pengganti sebesar Rp11 triliun lebih yang belum ditarik Kejagung dari perkara-perkara berstatus hukum tetap hingga awal tahun ini.
Jumlah tersebut masih dapat bertambah jika digabung dengan denda yang dijatuhkan pada perkara-perkara sepanjang tahun ini.
Denda pengganti dalam catatan BPK itu diakui Amir berasal dari perkara-perkara lama yang pernah ditangani Kejagung. "Iya itu perkara-perkara lama. Nah itu perkara-perkara susah juga kan. Tetapi Kejaksaan akan tetap berusaha untuk menarik denda tersebut."
Sebelumnya, aktivis ICW Lalola Easter berkata bahwa penarikan denda pengganti perkara yang lama dilakukan Kejagung bertentangan dengan perintah Presiden Joko Widodo. Menurutnya, dalam Instruksi Presiden Nomor 7 disebut bahwa Kejaksaan memiliki target menyetor 80 persen uang pengganti perkara ke kas negara.
(obs)