Larangan petugas polisi untuk tidak lagi melakukan Aksi Kamisan di depan Istana mulai hari ini, tidak digubris Sumarsih. Dia malah akan kembali membawa surat, seperti biasanya, untuk menekankan keberadaan para aktivis diam di seberang singgasana sang presiden.
Selasa malam (17/11), Sumarsih membacakan isi surat tuntutan dari laptopnya kepada CNN Indonesia. Dalam surat itu, ada tiga hal yang ingin disampaikan ibu kelahiran Rogomulyo, 5 Mei 1952 ini.
Tuntutan pertama, meminta pemerintah menerapkan UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dengan jujur dan tanpa rekayasa. Kedua, meminta Presiden Joko Widodo menegakan supremasi hukum dan HAM dan menindaklanjuti berkas Komisi Nasional HAM dalam kasus pelanggaran HAM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Ketiga, agar diselenggarakan program pembelajaran dan pelatihan aparat agar negara ini benar bermartabat dan terpercaya,” kata Sumarsih.
Sumarsih tak mau mendebat soal pasal yang disebut dia langgar jika tetap berkeras melakukan aksi diam di depan Istana, dengan radius 100 meter seperti yang selama ini dia lakukan. Bagi Sumarsih, melarang Aksi Kamisan depan Istana berarti membungkam kebebasan berpendapat.
“Berarti kita kembali ke era Orde Baru,” ujarnya, singkat dan tegas.