Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan pihaknya baru bisa mengusut kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo terkait lobi PT Freeport Indonesia jika sudah menerima laporan resmi.
Ditemui Jumat (20/11), Badrodin menjelaskan tindakan pencatutan nama seperti yang diduga terjadi termasuk dalam delik aduan karena tergolong pada tindak pidana pencemaran nama baik. Walau demikian, dia juga belum bisa memastikan dugaan tersebut benar.
Alasannya, Badrodin belum melihat langsung laporannya dan mendengar rekamannya. Dia mengaku baru mendengar persoalan ini dari pemberitaan media.
Untuk saat ini, kata Badrodin, Kepolisian akan menyerahkan penyelesaian masalah ini sepenuhnya kepada Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (MKD).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kan perlu ada laporan, karena menyangkut delik aduan. Seperti saya katakan itu tergantung substansi materinya apakah dari MKD itu bisa ditemukan fakta-fakta dan apa yang terjadi sebenarnya apa," kata Badrodin di Markas Besar Polri, Jakarta.
Dia juga mengatakan pertemuan dengan pihak MKD kemarin sore hanya membahas soal rekaman percakapan terkait lobi tersebut. "Kemarin bukan bahas pasal-pasal," ujarnya.
Setelah dikonsultasikan, menurut Badrodin, rekaman tersebut belum perlu diverifikasi oleh Pusat Laboratorium Forensik Polri. Institusinya baru akan turun tangan jika sidang etik MKD menyatakan verifikasi perlu dilakukan.
"Kami berikan kesempatan kepada MKD untuk bisa melaksanakan tugasnya," kata Badrodin. "Karena kami belum tahu substansi materinya."
Bahkan, Kepolisian juga belum mengetahui apakah rekaman itu adalah bentuk penyadapan atau dokumentasi percakapan. "Bisa saja itu hanya dokumentasi supaya tidak lupa," kata Badrodin.
Badrodin mengatakan pihaknya telah mendiskusikan masalah tersebut dengan MKD. Dia menjelaskan, rekaman itu bisa dikategorikan dalam penyadapan jika dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang terlibat dalam percakapan.
Namun, diskusi tersebut belum mencapai kesimpulan apakah rekaman tersebut hasil penyadapan atau bentuk dokumentasi. "Kemarin belum dipastikan, MKD belum lakukan penelitian," kata Badrodin.
Di sisi lain, pengamat hukum Universitas Indonesia Hasril Hertanto menilai Kepolisian seharusnya bisa langsung mengusut adanya dugaan pencemaran nama baik tanpa menunggu aduan.
Menurutnya, langkah proaktif ini bisa dilakukan Polri mengingat dugaan pencemaran nama baik itu terjadi atas Jokowi sebagai presiden yang merupakan simbol dan lambang negara.
"Ini memang delik aduan tapi dengan catatan berlaku bagi orang biasa. Tapi ini kan mengenai jabatan Jokowi sebagai presiden, polisi bisa proaktif," kata Hasril kepada CNN Indonesia.
Transkrip pembicaraan ini kata Hasril, dianggap bisa jadi pintu masuk untuk mengusut permasalahan ini ke ranah hukum. Pasalnya, ada dugaan "dijualnya" nama Jokowi untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Rekaman dan transkrip percakapan itu diduga dilakukan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dengan petinggi Freeport. Setya diduga mencatut nama Jokowi untuk melobi saham perusahaan asing itu dengan imbalan perpanjangan kontrak karya di Indonesia.
(bag)