Ulama Banten Tolak Pembangunan Pabrik Air Minum Kemasan

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Kamis, 26 Nov 2015 11:30 WIB
Rencana pembangunan pabrik air minum kemasan disebut telah mengorbankan kepentingan warga. Kesulitan air dialami dan enam mata air tertimbun tanah.
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat air minum dalam kemasan di Jakarta, Kamis (30/4). (AntarFoto/ M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Para ulama yang tinggal di wilayah Banten ramai-ramai menolak rencana pembangunan pabrik air minum kemasan di Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang, Banten. Hal ini dikarenakan air yang menjadi sumber kehidupan bagi warga di lima kecamatan baik Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang tidak lagi bisa dimanfaatkan.

Manajer Penanganan Bencana Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Mukri Friatna mengatakan persoalan di Cadasari muncul sejak izin lokasi diberikan kepada PT TFJ untuk usaha pendirian pabrik yang memproduksi air minuman ringan dalam kemasan.

"Izin tersebut menjadi dasar pihak perusahaan dalam melakukan tindakan ekstraktif meskipun perizinan dan kewajiban lain dalam perjanjian belum dilaksanakan oleh perusahaan," kata Mukri.
Mukri mencontohkan penggantian lahan bagi para warga yang tanahnya termasuk ke dalam peta pembangunan pabrik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada warga yang menolak tapi tanahnya sudah dikeruk sedalam 3 meter. Akhirnya, mau enggak mau warga terpaksa menjual tanah tersebut," ujarnya.

Selain itu, rencana pembangunan, kata Mukri juga dilakukan di atas tanah keramat yang sudah dijaga bertahun-tahun oleh para ulama Pandeglang. Alasannya, ada enam mata air yang tertimbun kurang lebih 2 meter oleh aktivitas pembangunan pabrik tersebut.
Enam mata air tersebut, katanya, berdekatan dengan keberadaan lima pesantren yang mengandalkan kehidupannya dari mata air itu.

"Setelah pembangunan tersebut dilakukan, kini mata air mengering dan warga di kampung sekitar areal pabrik juga turut merasakan dampak susah mendapatkan air," ujar Mukri.

Atas situasi tersebut, Mukri mengatakan beberapa ulama sudah mengajukan keberatan kepada pemerintah daerah dan legislatif setempat. Mereka di antaranya adalah KH. Martin Syarkowi selaku Ketua Nadhlatul Ulama Kabupaten Serang, KH. Muhtadi Dimyati selaku tokoh ulama, KH. Ahmad Husaeri selaku Ketua NU Cadasari, dan KH. Nahrowi selaku pimpinan Pondok Pesantren Riyadhatul Awami.

"Mereka mengatakan urusan air adalah urusan yang tidak bisa ditawar-tawar karena menyangkut hajat hidup orang banyak," ujarnya.
Menurut Mukri, dasar dari penolakan adalah Perda Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Pandeglang, di antaranya Pasal 31 ayat (2) huruf a yang menjelaskan bahwa Kecamatan Cadasari merupakan daerah resapan air. Selain itu, terdapat Pasal 35 ayat (4) huruf a yang menjelaskan Cadasari sebagai kawasan lindung geologi atas mata air dan Pasal 39 ayat (6) huruf a sebagai kawasan pertanian berkelanjutan.

"Agar tidak menimbulkan kegaduhan yang panjang dan mempertimbangkan dampak serta risiko, kami minta pemerintah menghentikan rencana pembangunan pabrik secara permanen," ujarnya. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER