Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Jaksa Penuntut Umum Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Direktur Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Jamaludin Malik, telah melawan hukun atau menyalahgunakan kekuasaannya.
"Terdakwa Jamaludin Malik selaku Penyelenggara Negara melakukan perbuatan dengan maksud menguntungkan diri sendiri, Achmad Said Hudri, I Nyoman Suisnaya dan Dadon Ibarelawan," ujar Jaksa Mochmad Wiraksajaya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara Tindak Pidana Korupsi, Rabu (2/12).
Menurut jaksa, Jamaludin memiliki kekuasaan mengawasi dan mengkoordinasikan bawahannya di Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KTrans) memerintahkan pejabat pembuat komitmen (PPK) menyerahkan sejumlah uang guna kepentingannya sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PPK yang berada dibawah lingkup Ditjen P2KTrans adalah Djoko Haryono, Rini Nuraini, Darmasyah Nasution, Rina Puji Astuti, Rini Birawaty, Mamik Riyadi dan Syafrudin.
Itu dilakukan dengan cara memotong pembayaran, mencairkan anggaran untuk kegiatan fiktif dengan disertai ancaman pencopotan jabatan, mutasi ke satuan kerja yang dapan menghambay karir dan memberikan penilaian yang buruk dalam daftar penilaian pelaksanaan pelaksanaan pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil.
"Terdakwa memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri," kata Jaksa Mochmad.
Jamaludin menerima setoran uang dari para PPK baik pada tahun 2013 maupun tahun 2014 yang seluruhnya berjumlah Rp 6.734.078.000, kemudian Sudarso maupun Syafrudin menyerahkan secara bertahap kepada terdakwa.
Penyerahan dilakukan dalam bentuk tunai kepada terdakwa maupun dipergunakan untuk membiayai kepentingan pribadi seperti membiayai pengajian dalam rangka memperingati ulang tahun terdakwa, membiayai acara pengajian rutin, uang saku terdakwa dalam rangka perjalanan keluar negeri, diberikan kepada staf khusus menteri dan membayar pembantu di rumah dinas terdakwa.
Uang itu juga digunakan untuk biaya operasional Jamaludin, membayar pajak mobil pribad-, membayar honor sopir pribadi, pembuatan baju, tagihan karangan bunga, membeli 1 unit treadmill dan untuk kepentingan lainnya.
Sebagian, diberikan kepada Achmad Said Hudri Rp 30 juta, diberikan kepada I Nyoman Suisnaya sejumlah Rp 147.500.000, dan diberikan kepada Dadong Irbarelawan Rp 50 juta yang semuanya dilakukan atas perintah Jamaludin.
Atas perbuatannya, Jamaludin diduga melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1, kesatu junto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, mantan anak buah Muhaimin Iskandar ini juga didakwa telah menerima hadiah atau janji sebesar Rp14.650 miliar secara bertahap, dari sejumlah penyedia barang dan jasa yang akan dibiayai dana tugas pembantuan Tahun anggaran 2014. Hadiah atau janji diberikan melalui Achmad Said Hudri, Syafruddin dan Sudarti.
"Terdakwa mengetahui uang tersebut untuk menggerakkannya mengusulkan atau memberikan dana tugas pembantuan kepada sejumlah daerah yang bertentangan dengan kewajibannya," tutur Jaksa Abdul Basir.
Daerah yang dimaksud adalah Provinsi Sumsel, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Banyuasin, Sumba Timur, Aceh Timur, Bellu, Rote Ndao, Mamuju, Takalar, Sigi, Tojo Una Una, Kayong Utara,Toraja Utara, Konawe dan Teluk Wondama.
Jamaludin diancam pidana Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1, kesatu juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(pit)