Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi Anti Mafia Hutan melaporkan Majelis Hakim Klas 1 Pengadilan Negeri Palembang ke Komisi Yudisial. Majelis hakim yang memutuskan perkara gugatan perdata terhadap PT Bumi Mekar Hijau (BMH) dinilai telah melanggar kode etik hakim.
Anggota Koalisi Aradilla Caesar mengatakan, dalam memutuskan perkara, majelis hakim luput memperhatikan undang-undang lain terkait sektor kehutanan.
"Ini menyebabkan putusan cenderung menolak sehingga pertanggungjawaban PT BMH ditiadakan," kata Arad saat menyampaikan laporan di Ruang Pers Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Jumat (8/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koalisi juga menilai kerugian yang dipahami majelis hakim dalam artian sempit, hanya dari sisi koorporasi. Majelis hakim tidak memperhatikan kerugian lain, seperti dampak ekologis, kesehatan masyarakat, penanggulangan bencana, bahkan kerugian negara.
Anggota koalisi, Syahrul Fitra mengatakan dalam membuat keputusan, hakim wajib menghindari kekeliruan. Kekeliruan ini telah melanggar kode etik. Menurutnya, ada pengetahuan yang tidak diketahui oleh hakim sehingga keliru dalam membuat keputusan.
"Hakim juga harus aktif melihat proses pembuktian di persidangan dalam kasus tersebut," katanya.
Pihaknya berharap, Komisi Yudisial segera memeriksa majelis hakim dan memberikan kepastian di publik. Pasalnya, publik kecewa dengan putusan hakim. Apalagi pernyataan hakim soal membakar hutan tidak merusak lingkungan hidup, telah berkembang di publik.
Saat menyampaikan laporan tersebut, beberapa anggota koalisi juga mengenakan atribut penghuni hutan. Mereka melakukan aksi teaterikal dengan memakai kostum singa, monyet, dan pohon.
Syahrul mengatakan, teaterikal itu sebagai bentuk kekecewaan penghuni hutan terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan yang dibebaskan oleh hakim.
"Ini ingin menandakan bahwa penghuni hutan di Sumatra Selatan kecewa dengan putusan ini," katanya.
Kepala Bagian Pengelola Laporan Masyarakat Komisi Yudisial, Indra Syamsu mengatakan, pihaknya telah bergerak ke Palembang untuk mengusut kasus ini. Saat ini Komisi Yudisial akan menelaah kasus tersebut. Setelah itu mereka akan menyimpulkan pelanggaran yang dilakukan majelis hakim.
"Jangankan penghuni hutan saya juga kecewa banget. Ini benar-benar kasus yang menggugah hati kami, jangan sampai terulang lagi," kata Indra menanggapi laporan koalisi.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang menolak gugatan perdata yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebesar Rp 7,9 Triliun. Gugatan tersebut ditujukan kepada PT Bumi Mekar Hijau (BMH).
Atas putusan itu, anak perusahaan Sinar Mas tersebut akhirnya dibebaskan dari tuduhan lalai dan kewajiban bertanggung jawab atas kebakaran hutan di area seluas 20.000 hektar. Majelis hakim yang menangani kasus tersebut terdiri dari Parlas Nababan, Eli Warti, dan Kartijono yang sudah bersertifikasi hakim lingkungan.
(rdk)