Polri Selidiki Kemungkinan Gafatar Melanggar Hukum

Resty Armenia | CNN Indonesia
Rabu, 27 Jan 2016 04:40 WIB
Badrodin mengaku sebelumnya menerima laporan terhadap Ketua Umum Gafatar Mahful M Tumanurung ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (25/1). Rapat tersebut membahas evaluasi kinerja Polri serta isu-isu terkini seperti terorisme, dan Gafatar. (Antara Foto/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengungkapkan, pihaknya akan menyelidiki kemungkinan para petinggi maupun anggota organisasi kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) melanggar hukum.

Badrodin mengaku sebelumnya menerima laporan terhadap Ketua Umum Gafatar Mahful M Tumanurung ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Menanggapi laporan itu, ucapnya, maka kepolisian tengah melaksanakan penyelidikan mengenai apakah Tumanurung melanggar hukum. Jika ternyata memang melanggar hukum, maka polisi akan memproses lebih lanjut.

"Nanti kami akan meneliti apakah ada hal-hal yang bisa menyangkut delik-delik pidana, misalnya ada penipuan bagaimana, mungkin ada bujuk rayu bagaimana. Semua itu akan kami selidiki. Tidak semudah itu untuk 'oh pasti bersalah'. Belum tentu, kami harus berdasarkan fakta hukum untuk melakukan penegakan hukum," ujar Badrodin di Kantor Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta Pusat, Selasa (26/1).
Badrodin menjelaskan, tidak semua anggota Gafatar akan melalui proses hukum karena jumlahnya yang sangat banyak. Alih-alih, polisi akan mengutamakan proses hukum kepada para pemimpin yang berperan dalam organisasi tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun untuk warga yang melakukan kekerasan kepada para eks anggota Gafatar, Badrodin memastikan bahwa polisi tengah menyelidiki siapa saja mereka. Ia pun mengaku telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mengambil keputusan terbaik, sehingga tidak ada konflik sosial yang terjadi.

"Apa yang seharusnya terbaik diambil oleh pemerintah daerah untuk jangan sampai terjadi konflik sosial. Ini yang sebetulnya sudah diputuskan oleh pemerintah daerah, sehingga kasus-kasus yang terjadi pada masa lalu tidak terulang kembali," katanya.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Zaitun Rasmin menjelaskan, pada tahun 2007 lalu sebenarnya MUI telah mengeluarkan fatwa tentang Al-Qadiyah Al-Islamiyah sebagai penyebar kesesatan. Selang beberapa tahun kemudian, tuturnya, pemimpin dan pengikut ajaran ini membentuk ormas.

Oleh karenanya, kata Zaitun, lembaganya tidak bisa melakukan tindakan apapun, karena MUI tidak mengurusi persoalan ormas, apalagi yang tidak menggunakan unsur agama dalam nama organisasinya, seperti Gafatar.

"Jadi sebetulnya kami berharap setelah ada fatwa MUI tahun 2007 itu, ini adalah domain para petugas, baik itu TNI, Polri, BIN, atau pemda.Kalau lihat ciri-ciri itu kan tinggal dipakai fatwa MUI itu. Sekarang setelah muncul secara nasional, di sanalah tugas MUI Pusat. Adapun di daerah, seperti Aceh, begitu Gafatar berkembang di Aceh, MUI Aceh sudah mengeluarkan fatwa dan menurut pusat itu sudah cukup untuk lokal, daerah Aceh" ujarnya.
Zaitun menuturkan, dengan pembubaran diri Gafatar secara formal sebenarnya tidak begitu berpengaruh, karena ia yakin para pemimpin dan pengikutnya akan kembali membuat organisasi secara informal. Menurutnya, jika tidak segera ditindak tegas oleh aparat penegak hukum, maka nantinya akan memicu masalah yang serupa.

"Nah ini ini bukan domain MUI, domain petugas (penegak hukum) harusnya. Bagaimana mengendus itu ketika mereka berubah. Kan, seperti di Gafatar, rata-rata pengurusnya (adalah mantan) pengurus Al-Qadiyah dulu," katanya. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER