Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Moeldoko mengatakan evakuasi besar-besaran secara mendadak terhadap ribuan pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesungguhnya tidak perlu terjadi jika langkah pencegahan telah dilakukan sejak awal.
Persoalan Gafatar, kata Moeldoko, mestinya bisa dikenali dari awal sehingga tidak meluas seperti sekarang dan menimbulkan keresahan bagi warga lain.
“Kalau sudah begini, tindakan represif bukan solusi jangka panjang," kata Moeldoko usai menghadiri Rapat Pimpinan Nasional Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pesantren Indonesia di Hotel Grand Menteng, Jakarta, Rabu (27/1).
Saat ini ribuan warga bekas pengikut Gafatar diungsikan keluar dari Kalimantan. Mereka dievakuasi melalui jalur laut dan udara ke beberapa kota di Pulau Jawa. Mayoritas pengikut Gafatar yang bermukim di Kalimantan memang berasal dari Jawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di mata Moeldoko, penanganan soal Gafatar terkesan dilakukan secara reaktif. Padahal banyak di antara pengikut Gafatar yang saat ini telah dievakuasi, menghadapi ketidakpastian hidup.
Menurut Moeldoko, Gafatar bukan hanya persoalan akidah, tapi juga problem sosial.
"Yang lebih penting adalah tindakan yang bersifat preventif, jangan kalau sudah seperti ini baru bereaksi," ujar Moeldoko.
Hingga kini sebanyak 1.886 warga eks Gafatar dievakuasi dari Kalimantan. Mereka diangkut ke Pulau Jawa menggunakan tiga kapal laut yang berlabuh di Tanjung Mas Semarang dan Tanjung Priok Jakarta.
Evakuasi gelombang pertama via jalur laut dilakukan Sabtu pekan lalu. Pengikut Gafatar dari Kalimantan diungsikan melalui jalur laut. Tercatat ada 351 warga yang dibawa ke Pelabuhan di Semarang menggunakan KRI Teluk Gilimanuk.
Pada gelombang kedua, sebanyak 712 eks anggota Gafatar akan dibawa KRI Teluk Banten ke Dermaga Kolinlamil di Tanjung Priok. Sementara pada gelombang terakhir, ada 823 warga eks Gafatar yang bakal dibawa KRI Teluk Bone merapat ke Dermaga Kolinlamil di Tanjung Priok, Jakarta, Jumat pekan ini.
Sementara warga Gaafatar yang dievakuasi melalui jalur udara sebanyak 1.418 jiwa. Mereka mendarat di bandara di Jakarta, Surabaya, dan Solo pada 22-24 Januari.
Gafatar, menurut mantan ketua umumnya Mahful M. Tumanurung, telah membubarkan diri sejak 13 Agustus 2015 melalui Kongres Luar Biasa. Kongres itu memutus dua hal. Pertama, pembubaran Gafatar secara sukarela karena munculnya tudungan sosial dan agama kepada mereka.
Kedua, meski dibubarkan, program kedaulatan pangan Gafatar tetap dijalankan oleh eks anggotanya. Demi menjalankan program ini, Kalimantan dipilih sebagai tempat uji coba karena dinilai strategis untuk lahan pertanian.
Itu sebabnya mantan anggota Gafatar berbondong-bondong ke Kalimantan untuk bertani. Namun permukiman sebagian dari mereka di Mempawah, Kalimantan Barat, baru-baru ini diserang dan dibakar massa yang menolak keberadaan Gafatar.
Pembakaran inilah yang membuat pemerintah memutuskan untuk mengevakuasi Gafatar dari Kalimantan.
(agk)