Jakarta, CNN Indonesia -- Jenderal (Purn) Moeldoko meminta pemerintah memperketat jalur masuk simpatisan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ke Indonesia. Kerjasama antar lembaga terkait, baik TNI, Polri, dan Imigrasi, perlu ditingkatkan.
Mantan panglima TNI ini menyebut, ISIS telah menjadi keprihatinan dunia internasional. Simpatisan kelompok militan itu bukan hanya berasal dari Indonesia, tapi dari mancanegara.
Menurutnya, pemerintah Indonesia perlu mewaspadai simpatisan ISIS yang berasal dari negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, maupun Australia. Ketika aturan yang berlaku di negara lain diperketat, kata Moeldoko, mereka bisa saja melebarkan sayapnya di Indonesia.
"Karena aturan yang begitu ketat di negaranya, dia tidak bisa mengembangkan di sana. Ternyata larinya ke Indonesia karena jauh lebih longgar," katanya saat ditemui di kawasan Matraman, Jakarta, Rabu (27/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Moeldoko menyampaikan, upaya memerangi terorisme dan radikalisme perlu dilakukan oleh banyak pihak. Menurutnya, peran memerangi itu bukan hanya tugas TNI, Polri, maupun keimigrasian. Masyarakat juga perlu dilibatkan, termasuk pesantren.
"Yang harus dibenahi secara nasional adalah membangun kewaspadaan. Bangsa ini sudah larut sekian lama mengabaikan kewaspadaan. Bahwa kewaspadaan adalah kondisi awal yang harus dimiliki masyarakat. Jangan lagi kewaspadaan diabaikan," ujar Moeldoko.
Dia menjelaskan, pasca reformasi kondisi negara menjadi tidak stabil. Kewaspadaan mulai ditinggalkan banyak orang. Terduga teroris ditangkap di tengah pemukiman warga, tapi tetangga tidak tahu aktivitasnya.
"Sebagai besar bangsa kita sudah meninggalkan kewaspadaan. Bangsa yang tidak sensitif atas berbagai situasi, bangsa yang mudah diadu domba," katanya.
Peran intelijen, menurut Moeldoko, akhirnya juga menuju pada kewaspadaan. Sumberdaya intelijen, baik petugas maupun instrumen lainnya sangat terbatas.
Moeldoko menambahkan, dunia tengah menghadapi kondisi perang kebudayaan. Dia menyebutkan salah satu cirinya yaitu melunturkan keyakinan beragama, di mana banyak terjadi pertikaian agama. Selain itu, perang kebudayaan juga ikut meruntuhkan keyakinan bernegara.
"Saat ini debat ideologis tidak pernah berhenti. Bangsa dibuat menjadi skeptis, tidak optimis. Hasil dari perang kebudayaan itu menyenangkan korban. Jadi korban tapi menikmati," katanya.
(sur)