Perlu Ubah UU Jika Bentuk Lembaga Tunggal Pemberantas Korupsi

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Kamis, 28 Jan 2016 15:52 WIB
Pimpinan KPK setuju dengan wacana menjadikan KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang tunggal. Namun itu butuh kesepakatan banyak pihak.
Alexander Marwata saat sumpah jabatan di Istana Negara, Jakarta, Senin, 21 Desember 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menilai perlu perubahan undang-undang jika wacana KPK sebagai lembaga tunggal untuk memberantas korupsi bakal direalisasi.

"Saya setuju dengan wacana menjadikan KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang tunggal. Tapi itu butuh kesepakatan banyak pihak, polri, kejaksaan, DPR, pemerintah, untuk mewujudkan dan perlu perubahan undang-undang," kata Alex ketika dihubungi, Kamis (28/1).

Hal tersebut menurutnya telah dilakukan di sejumlah negara seperti Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan Korea Selatan. Namun, Alex pesimistis jika wacana direalisasikan di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menilik Indeks Persepsi Korupsi, Singapura berada pada posisi 8 dan mengalahkan seluruh negara di Asia Tenggara. Indonesia menduduki peringkat 88 dari 168 negara terbebas dari korupsi. Indonesia juga tertinggal dari Malaysia yang berada di peringkat 54 dan Thailand di 76. Sementara itu Indonesia meninggalkan Filipina yang menduduki peringkat 95.

"Tapi saya tidak yakin itu akan terwujud. Dari pada berharap lebih baik kita tingkatkan sinergitas KPK, Polri, dan Kejaksaan. Jika ketiga lembaga itu kompak dan memiliki visi yang sama dalam pemberantasan korupsi, menurut saya hasilnya pun pasti baik," kata Alex.

Sementara itu, pengamat hukum sekaligus mantan pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indriyanto Seno Adji, mengatakan komisi antirasuah tak bisa menjadi lembaga tunggal di Indonesia untuk memberantas korupsi. Alasannya, banyak kendala harus dihadapi.

"Sebaiknya konsep pemberantasan korupsi justru tidak dilakukan oleh lembaga tunggal tapi justru lebih baik melalui Joint Eradication Board," kata pria yang akrab disapa Anto ini saat dihubungi CNN Indonesia, Kamis (28/1).

Anto menjelaskan, keterbatasan sumber daya manusia di bidang penindakan menjadi salah satu kendala yang dihadapi. Saat ini, jumlah penyidik dan penyelidik yang dimiliki KPK tak lebih dari 100 orang. Dengan kekuatan tersebut, sejumlah perkara korupsi besar masih mangkrak seperti Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI) dan kasus Century.

"Dari sisi kuantifikasi kelembagaan dan jumlah kasus korupsi, akan sulit lembaga tunggal menangani kasus korupsi," katanya.

Selain itu, menurut Anto, perlu ada pembenahan aturan. "Perlu deregulasi kelembagaan yang berwenang menangani korupsi," katanya. Artinya, jika ini direalisasikan maka undang-undang yang mendasari Polri dan Kejaksaan perlu dibenahi gar kedua penegak hukum ini tak dapat menangani korupsi.

Seperti diberitakan sebelumnya, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho mengatakan pihaknya tengah mengkaji kemungkinan KPK sebagai satu-satunya lembaga yang berkewenangan menangani kasus korupsi. "Ini merupakan hasil diskusi para pegiat antikorupsi dengan staf presiden. Kami melihat benturan yang menghadang KPK belakangan karena konflik pembagian wewenang dengan kepolisian dan kejaksaan," kata Yanuar.

Gagasan ini nantinya akan disampaikan ke Presiden Joko Widodo. Menurutnya ide ini selaras denga target tinggi pemerintah yang ingin mencapai skor 50 dalam Indeks Persepsi Korupsi per 2019 mendatang.

(obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER