RJ Lino Somasi BPK Soal Audit Pelindo II

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Kamis, 28 Jan 2016 19:31 WIB
RJ Lino menilai BPK melanggar kode etik dengan mengeluarkan dua versi audit berbeda. BPK disebut sudah mengeluarkan audit tanpa kerugian negara.
Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Richard Joost Lino hadir sebagai saksi dalam rapat Pansus Angket Pelindo II, di Komplek Parlemen Senayan, jakarta, Kamis, 3 Desember 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II Richard Joost Lino mengsomasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait hasil audit investigatif kerugian negara perkara korupsi mobile crane.

"(Audit BPK dikeluarkan) tidak ada konfirmasi, tidak ada pemeriksaan apapun. Kami sudah kirim somasi pada BPK," kata pengacara Lino, Frederich Yunadi, di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (28/1).

Frederich menilai BPK sudah melanggar kode etik dengan mengeluarkan dua versi audit yang berbeda. Pada Februari 2015, kata dia, BPK sudah mengeluarkan audit yang menyatakan tidak ada kerugian negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemudian diam-diam yang dilansir dia katakan kerugian negara, menyatakan Rp37.9 miliar itu adalah total loss," kata Frederich.

Dengan menyatakan "total loss," kata Frederich, artinya 10 mobile crane yang dipermasalahkan tidak berfungsi sama sekali. Sementara, menurutnya, alat berat itu sudah menghasilkan uang sebesar Rp3,8 miliar selama beroperasi setahun.

"Saya punya rekaman, punya fakta. 100 persen itu 10-nya jalan," kata dia.

Sementara itu, Kepala Subdirektorat Pencucian Uang Komisaris Besar Golkar Pangarso mengatakan audit yang dikeluarkan sebelumnya adalah audit kinerja.

Pada audit itu, kata dia, memang tidak ditemukan kerugian negara. Namun, hal tersebut terjadi karena metode yang diigunakan.

"Dalam audit kinerja manajemen, akuntansi hanya supporting (mendukung) yang ditemukan berupa pelanggaran administrasi dan kinerja dia," kata Golkar.

Sementara dalam audit kerugian negara, lanjut dia, akuntansi dikolaborasikan dengan indikasi perbuatan melanggar hukum. Sehingga ditemukanlah perkiraan kerugian negara Rp37 miliar tersebut.

Dia juga nenjelaskan, BPK bisa sampai pada kesimpulan total loss lantara ahli menyatakan alat-alat itu "tidak bermanfaat karena berbahaya."

"Dari sisi fungsi tidak maksimal sesuai dengan syarat," ujarnya.

Dalam kasus ini, sudah ada satu tersangka yaitu bekas Direktur Teknik Ferialdy Noerlan. Dia diduga bertanggungjawab atas seluruh proses pengadaan yang bermasalah ini.

Sebanyak 10 mobile crane itu ditemukan mangkrak di Tanjung Priok, Jakarta, meski seharusnya dikirim ke delapan pelabuhan berbeda. Setelah diselidiki, ternyata delapan pelabuhan itu tidak membutuhkan alat-alat tersebut. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER