Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan, pihaknya berencana merevisi undang-undang perlindungan satwa langka untuk mengatasi maraknya aksi perdagangan satwa liar yang terjadi di Indonesia. Revisi ditujukan untuk meningkatkan sanksi pidana bagi para pelaku.
"Setelah saya pelajari, kami punya
problem penanganan satwa ini justru pada proses hukumnya. Karena hukumannya kecil sekali," kata Siti ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (2/1).
Siti menjelaskan, berdasarkan puluhan kasus yang diproses melalui persidangan selama 5 hingga 10 tahun terakhir ditemukan fakta sanksi hukuman atas kasus perdagangan satwa minim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Paling hukumannya dua atau enam bulan. Dendanya paling tinggi juga Rp100 juta. Makanya kami sedang berupaya merevisi UU (perlindungan satwa langka)," ujar Siti.
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, hukuman penjara atas kasus perdagangan satwa langka paling lama 5 tahun. Hukuman ini dinilai terlalu ringan bagi para pedagang satwa langka.
Siti menjelaskan revisi UU tentang perlindungan satwa langka saat ini telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sembari menunggu draf revisi tersebut digodok di DPR, Siti mengatakan akan melakukan pengawasan atas perdagangan satwa ilegal. Siti mencontohkan yang perdagangan penyu besar di Papua yang harganya mencapai Rp1 juta hingga Rp1,5 juta dijual di Pasar Jayapura.
"Pintu masuknya itu dari Jawa Timur, Sumatra Utara, dan DKI Jakarta yang paling banyak, " ujar Siti.
Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mengungkap kasus perdagangan bagian tubuh satwa langka yang beroperasi di Jakarta Pusat. Pengungkapan disampaikan bersamaan dengan pemusnahan barang bukti yang digelar di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta, Selasa.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Brigadir Jenderal Yazid Fanani mengatakan, penyidik telah mengamankan tersangka SH yang sudah lama diintai.
"Melakukan kejahatan dengan modus membuka usaha kerajinan konveksi sebagai kedok. Memproduksi tas, sepatu, dompet, dari kulit reptil," kata Yazid.
Atas perbuatannya, SH dijerat pasal 21 ayat 2 huruf b dan d junto pasal 40 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
(rdk)