Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa simpatisan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Tuah Febriwansyah alias Muhammad Fachry membantah terlibat dalam perkara terorisme. Pemberitaan yang dia publikasi di Almustaqbal.net dianggap mengajak dan memotivasi orang untuk mendukung ISIS. Sementara media lain juga melakukan hal yang sama, tapi tidak dipidana.
"Bahwa apabila perbuatan terdakwa yang memberitakan kembali atau menyadur berita-berita internasional memang merupakan suatu kejahatan, maka seharusnya banyak media dan pemimpin redaksi serta pemiliknya yang harus didakwa melanggar pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik," kata penasihat hukum terdakwa, Asludin Hatjani membacakan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jumat (5/2).
Dalam perkara ini Tuah dijerat dengan pasal berlapis. Pada dakwaan pertama, Tuah didakwa melanggar Pasal 15 jo pasal 7 Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara pada dakwaan kedua, pemilik media Almustaqbal.net ini dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Asludin mengatakan, dalil yang dikemukakan jaksa penuntut umum untuk menjerat Tuah dengan kedua pasal tersebut dianggap keliru.
Dalam pembelaan itu, Asludin menyampaikan, berita-berita yang dimuat Tuah di media Almustaqbal.net merupakan berita yang sudah beredar luas di dunia internasional, termasuk di Indonesia. Asludin merujuk pada beberapa fakta hukum yang ada.
Tuah pernah tergabung dan ikut mengelola situs Arrahmah.com. Namun kemudian terdakwa membuat media sendiri yang diberi nama Almustaqbal.net. Asludin mengatakan, ketika revolusi pecah di beberapa negara Timur Tengah, Almustaqbal.net sering memberitakan kembali situasi yang terjadi di Timur Tengah.
"Berita-berita tersebut diperoleh terdakwa melalui media-media Internasional yang kemudian diberitakan kembali melalui Almustaqbal.net," kata Asludin.
Pemberitaan itu antara lain terkait pergerakan organisasi Islam di Suriah yang menentang Presiden Suriah Basar Al Assad yang menindas kaum minoritas Sunni di Suriah. Terdakwa juga memberitakan tentang organisasi ISIS. Menurut Asludin, berita itu disadur atau dikutip dari berita-berita Internasional yang beredar luas di dunia Internasional.
Asludin mengatakan, berita saduran dapat dibuktikan dengan beberapa foto yang dimuat di Almustaqbal.net. Foto itu juga dapat disaksikan di stasiun televisi di Indonesia, termasuk video rekaman Bachrumsyah.
Selain itu, tambah Asludin, situs milik Tuah juga sempat diblokir oleh Kemenkominfo. Bersama beberapa website lainnya, Almustaqbal.net dianggap memuat pemberitaan yang dinilai melanggar undang-undang nomor 11 Tahun 2008.
"Namun semuanya sudah dibuka kembali, kecuali Almustaqbal.net milik terdakwa, karena terdakwa pada saat itu sudah ditangkap dengan tuduhan melakukan tindak pidana terorisme," kata Asludin.
Menurutnya, unsur ini tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dianggap tidak terbukti sesuai dengan pasal 184 ayat (1) KUHAP.
"Maka berdasarkan pasal 183 KUHAP terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan terorisme," ujarnya.
Pada persidangan sebelumnya, jaksa menuntut Tuah dengan hukuman delapan tahun kurungan penjara. Selain memuat berita yang dianggap memprovokasi publik mendukung ISIS, Tuah juga berperan sebagai ustaz yang kerap menyampaikan kajian mengenai kondisi Islam di dunia, khususnya di Suriah.
Saat deklarasi ISIS di Indonesia pada Juni 2014, Tuah bertindak sebagai pembicara kegiatan yang dibungkus dalam acara tablig akbar itu.
"Terdakwa dituntut 8 tahun, denda 50 juta subsider 5 bulan kurungan," ujar Jaksa Penuntut Umum Suroyo saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Sidang lanjutan akan digelar pada Selasa pekan depan dengan agenda pembacaan putusan atau vonis terhadap Tuah.
(bag)