Jemaat Ahmadiyah Diminta Patuhi Kesepakatan dengan Pemerintah

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Rabu, 10 Feb 2016 13:26 WIB
Menurut Menag, jika jemaat Ahmadiyah konsisten menaati kesepakatan, maka warga sekitar yang bukan Ahmadiyah akan lebih menerima keberadaan mereka.
Warga Bukit Duri mengahalangi Jamaah Ahmadiyah untuk melaksanakan ibadah salat jumat di salah satu rumah yang dijadikan Masjid An-Nur, Jakarta, Jumat, 10 Juni 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengimbau jemaah Ahmadiyah agar tetap mematuhi butir-butir kesepakatan yang telah dilakukan pada 2008. Lukman menilai hal itu penting untuk tetap menjaga kerukunan umat beragama.

Pernyataan tersebut disampaikan Lukman menanggapi dugaan pengusiran jemaat Ahmadiyah oleh pemerintah daerah di Pulau Bangka. Warga Ahmadiyah diduga mendapatkan tekanan untuk masuk kepada ajaran agama Islam Sunni atau akan diusir dari pulau penghasil timah tersebut.

"Ini persoalan lama. Cara pandanganya harus dua sisi. Dulu sudah pernah dibangun kesepakatan antara Ahmadiyah dan pemerintah. Selaku menteri agama, saya mohon ke jemaat Ahmadiyah untuk tetap menaati kesepakatan itu," kata Lukman saat ditemui di Jakarta, Rabu (10/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Lukman, apabila jemaat Ahmadiyah konsisten menaati kesepakatan tersebut maka warga sekitar yang bukan Ahmadiyah pun akan lebih menerima keberadaan mereka.

"Kadang pelanggaran kesepakatan itu jadi faktor munculnya konflik di masyarakat. Salah satu poin kesepakatan yaitu Ahmadiyah tidak boleh lagi mendakwahkan ajaran yang secara prinsip bertentangan dengan ajaran pokok Islam," katanya.

Kendati demikian, Lukman menegaskan agar masyarakat tidak melakukan kekerasan terhadap warga Ahmadiyah, termasuk menggunakan Surat Keputusan Bersama (SKB) 2008 untuk melegitimasi tindakan kekerasan terhadap Ahmadiyah.

Pada 2008, pemerintah Indonesia telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama terkait keberadaan jemaah Ahmadiyah. SKB itu atas nama pemerintah, yakni Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung yang pada intinya memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam.

"Prinsipnya, cara kami menyelesaikan masalah tidak dengan kekerasan karena kekerasan justru menciptakan persoalan baru. SKB 2008 dilakukan dalam rangka mencari kesepakatan dan kesepahaman di antara kita, terutama pihak berkonflik agar masing-masing mengakui haknya," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Lembaga swadaya masyarakat Human Right Watch (HRW) mendesak pemerintah untuk melindungi jemaah Ahmadiyah dari intimidasi dan ancaman oleh pemerintah daera di Pulau Bangka.

HRW mendapat salinan surat yang dikeluarkan pada 5 Januari 2016 oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka yang meminta warga Ahmadiyah untuk masuk kepada ajaran agama Islam Sunni atau akan diusir dari pulau penghasil timah tersebut.

“Pemerintah daerah Bangka berkonspirasi dengan kelompok Muslim garis keras untuk tak taat hukum agar bisa mengusir jemaah Ahmadiyah dari rumah mereka,” ujar Phelim Kine, Wakil Direktur Human Right Watch wilayah Asia, seperti rilis yang diterima CNN Indonesia.com, Ahad (17/1).

Kine meminta agar Presiden Joko Widodo turun tangan mengintervensi hal ini. Alasannya, ia ingin melihat hak warga Ahmadiyah. “Dan memberi sanksi pegawai negeri yang advokasi diskriminasi agama,” ujar Kine.

Surat bertanggal 5 Januari itu ditandatangani Fery Insani, Sekretaris Daerah Bangka. Isi surat menyatakan bahwa Jemaah Ahmadiyah Indonesia harus keluar dari lingkungan Srimenanti Sungailiat atau bertobat.

Pengikut Ahmadiyah diminta meninggalkan Srimenanti Sungailiat, Bangka pada umumnya. “Dan silahkan berdomisili ke tempat asal mereka,” bunyi surat Pemda Bangka. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER