Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah meminta DPR bisa bekerja sama dengan baik dalam rencana revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Jaksa Agung Prasetyo mengatakan undang-undang yang saat ini masih belum dapat mengakomodir penanggulangan terorisme di Indonesia secara maksimal.
"Selama ini lebih banyak bertumpu pada saksi dan petunjuk yang ada. Minim alat bukti. Kami berharap untuk antisipasi minimnya alat bukti, dalam revisi bisa menerima bukti intelejen salah satu bukti yang sah," ujar Prasetyo di Ruang Rapat Banggar DPR RI, Jakarta, Senin (15/2).
Pernyataan itu disampaikan oleh Prasetyo dalam rapat kerja gabungan pemerintah, Komisi Pertahanan dan Komisi Hukum DPR RI. Adapun salah satu agenda rapat adalah penanggulangan terorisme di Indonesia, pasca insiden terorisme di Thamrin, Jakarta pada 14 Januari 2016 lalu.
Menurut Prasetyo, pasal 32 ayat 1 UU antiterorisme hanya terpaku menitikberatkan penanganan pada keterangan apa yang dilihat, didengar dan dialami saksi. Menurutnya, batasan tersebut malah hanya semakin mempersulit aparat di lapangan dalam mengungkap kasus terorisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah penahanan juga menjadi hal yang disorot dalam proses revisi. Prasetyo mengatakan nantinya waktu penahanan dapat diatur lebih longgar, sehingga aparat penegak hukum dapat lebih maksimal dalam meneliti berkas perkara.
"Revisi UU Terorisme bisa segera diselesaikan, jadi tidak kecolongan," katanya.
Hal serupa disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan. Dia berpendapat UU antiterorisme sekarang belum dapat mengatur upaya pencegahan tindak radikal secara masif.
Oleh karena itu Luhut meminta DPR dapat bergerak cepat. Dia menekankan agar pemerintah mendapatkan wewenang di bidang pencegahan.
"Semoga bisa cepat. Kami bisa menangkap orang yang diduga sedang melakukan koordinasi (terorisme), selama tujuh hari. Jadi kami bisa dapat data jaringannya," kata Luhut.
Menurutnya, kewenangan itu diperlukan agar pemerintah dapat menekan dan mengurangi kemungkinan kelompok terorisme dalam melakukan aksinya. "Sehingga polisi dan BIN bisa bekerja sama dengan baik," katanya.
Dia pun mengatakan saat ini rancangan revisi undang-undang terorisme sudah dipegang Presiden Joko Widodo.
(gil)