Jakarta, CNN Indonesia -- Perkara suap izin impor garam yang menjerat bekas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan sudah mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta.
Menurut keterangan Kepala Seksi Penerangan Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Waluyo, persidangan perkara suap impor tersebut sudah dimulai sejak satu bulan lalu. Sidang dilakukan untuk seluruh berkas perkara suap impor yang menjerat lima tersangka.
"Sudah mulai sidangnya kira-kira sebulanan yang lalu. Semuanya (berkas tersangka) sudah disidangkan," kata Waluyo kepada CNNIndonesia.com, Rabu (23/3).
Selain Partogi, empat tersangka lain kasus suap impor garam yang sempat ditangani Polda Metro Jaya adalah Musafah, Imam Ariatna, Hendra Sudjana, dan Eryatie Kuwandi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hendra merupakan Direktur perusahaan swasta, PT Rekondisi Abadi Jaya. Sementara ketiga tersangka lain adalah bawahan dari Partogi di Kementerian Perdagangan.
Kasus suap impor tersebut bermula saat Hendra ingin menambah kuota izin impor mesin bekas atau barang modal bukan baru dalam Surat Persetujuan Impor (SPI). Apabila sesuai aturan, perubahan Seharusnya disertakan dengan surat izin dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.
"Dia (HS) tidak pakai itu tapi minta bantuan kepada PP (Partogi Pangaribuan, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan) dan berlanjut ke bawahan termasuk IA (Imam Ariatna)," kata bekas Kepala Kejati DKI Jakarta Adi Toegarisman, September tahun lalu.
Setelah SPI diubah oleh pihak kementerian, Hendra diduga menyerahkan duit melalui Musafah sebesar Rp32 juta. Kejati DKI Jakarta pun menilai pemberian uang tersebut sebagai sebuah bentuk suap.
Selain kelima tersangka di atas, terdapat satu orang yang diduga bersalah juga dalam kasus suap impor garam. Orang tersebut adalah Eryatie Kuwandy alias Lusi.
Lusi disebut sempat menyuap Partogi karena ia ingin mengantongi surat pengakuan sebagai importir produsen garam aneka pangan.
"Pada bulan Juni 2015, L memberikan uang sebesar Sin$10 ribu kepada PP (Partogi) dan Sin$25 ribu dollar kepada PP melalui staf PNS Ditjen Daglu berinisial CG," ujar Direktur Reserse dan Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mujiyono kala itu, 30 September 2015.
Selanjutnya pada Juli 2015, tersangka Partogi mengeluarkan penetapan Importir Produsen Garam Industri bagi PT GSA dengan volume sebesar 116.375 Ton. Padahal saat itu PT GSA belum memenuhi persyaratan untuk menjadi importir sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan 58/PER-DAG/9/2012 tentang Impor Garam.
Proses persidangan kasus suap impor garam di Pengadilan Tipikor hingga saat ini belum masuk ke tahap penuntutan. "Penuntutan belum dilakukan. Nanti akan segera sampai sana," ujar Waluyo.
(yul)