Jakarta, CNN Indonesia -- Deportasi yang dilakukan Imigrasi Indonesia terhadap lima wartawan asing yang hendak meliput di Poso, Sulawesi Tengah, dinilai sebagai keputusan sepihak negara oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
"Di luar negeri ada prosedur uji deportasi, di Indonesia tidak ada. Keputusan itu menjadi sepihak oleh negara," kata Staf Divisi Hak Sipil dan Politik KontraS Satrio Wirataro kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (26/3).
Direktur Jenderal Imigrasi Ronny Sompie sebelumnya mengatakan lima jurnalis asing asal Amerika Serikat, Kanada, dan Malaysia itu datang ke Poso untuk melihat operasi intelijen di wilayah yang menjadi markas persembunyian kelompok teroris Santoso itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para wartawan asing itu akhirnya tidak diperkenankan meliput di Poso dengan alasan izin yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri RI atas mereka ialah untuk peliputan di Aceh, bukan Sulawesi Tengah. Kelimanya lantas dideportasi ke negara asal masing-masing.
Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Arfi Bambani secara terpisah mengatakan kejadian tersebut menjadi cermin tidak profesionalnya pemerintah Indonesia, pun menunjukkan ketidakpastian hukum di Indonesia.
"Mereka kan sudan memiliki visa kerja. Pemerintah seperti mempraktikkan (sistem) Orde Baru dengan menutup-nutupi informasi," kata Arfi.
Ia juga menganggap keputusan Imigrasi tidak mendukung jalannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sebab salah satu wartawan asing yang dideportasi itu merupakan warga negara Malaysia.
"Apalagi ada MEA, keterbukaan arus pekerja harusnya bukan sebatas visa kerja lagi," ujar Arfi.
Di Indonesia saat ini masih terdapat tiga daerah yang memerlukan izin peliputan, yakni Aceh, Poso, dan Papua. Ketiga wilayah ini dinilai rawan karena kerap dilanda konflik.
Di Papua bahkan untuk meliput harus mendapatkan izin dari 12 lembaga lebih dahulu.
"Prosedur tersebut tidak transparan. Kami (AJI) sudah protes, tapi belum ada jawaban," kata Arfi.
Sementara itu anggota Dewan Pers Nezar Patria meminta pemerintah untuk mengumumkan status mengenai situasi dan kondisi di Poso agar dapat memberikan kejelasan bagi publik.
Pendeportasian jurnalis asing dari Poso juga dipandang KontraS membatasi hak publik untuk mendapatkan informasi yang beragam dan objektif.
"Kerugian terbesar sebenarnya ada di masyarakat. Dengan pembatasan terhadap jurnalis, ada hak masyarakat yang tercederai tidak mendapatkan info yang objektif," kata Satrio.
(agk)