Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Ditolak 26 Aktivis

Alfani Roosy Andinni | CNN Indonesia
Senin, 28 Mar 2016 17:22 WIB
Mereka bersama 23 aktivis buruh didakwa tak mengikuti perintah pejabat yang berwenang saat unjuk rasa di depan Istana Negara pada 30 Oktober 2015.
Dua pengacara LBH dan satu mahasiswa saat sidang perdana kasus kriminalisasi 26 aktivis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 28 Maret 2016. Peradilan ini sebagai buntut aksi penolakan PP Pengupahan di depan Istana pada 30 Oktober 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah membacakan dakwaan terhadap 26 aktivis yang terdiri dari dua pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, satu mahasiswa, dan 23 aktivis buruh.

Dua aktivis LBH tersebut yakni Tigor Gemdita Hutapea dan Obed Sakti Andre Dominika. Sementara satu orang mahasiswa dari Universitas Mulawarman bernama Hasyim Ilyas Riciyat Nor.

Mereka bersama 23 aktivis buruh didakwa tidak mengikuti perintah pejabat yang berwenang saat melakukan unjuk rasa di depan Istana Negara pada 30 Oktober 2015. Hal itu dibacakan oleh JPU Sugih Carvallo dalam persidangan di ruang Kartika IV, PN Jakpus, Senin (28/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Para terdakwa pada 30 Oktober 2015 dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut Undang-Undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya," kata Carvallo saat membacakan dakwaan.


Menurut JPU, 26 aktivis tidak mengindahkan perintah dari Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Hendro Pandowo untuk menghentikan unjuk rasa karena waktu telah habis.

Sesuai dengan pasal 7 ayat (1) a Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2002 tentang tatacara penyelenggaraan pelayanan pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat dimuka umum.

Dijelaskan bahwa penyampaikan pendapat dimuka umum dilaksanakan pada tempat dan waktu setempat antara pukul 06.00-18.00 WIB. Kombes Hendro telah meminta massa buruh membubarkan diri pada pukul 18.00 WIB dengan pengeras suara.

"Bahwa imbauan Hendro Pandowo tersebut dilakukan sampai tiga kali yaitu sekitar pukuk 18.00 WIB, pukul 18.20 WIB dan 18.40 WIB," tutur Carvallo.

Namun, imbauan Hendro dihiraukan oleh massa unjuk rasa sehingga pihak keamanan menyemprotkan air ke pendemo dari mobil watercanon guna membubarkan kerumunan massa. Pihak keamanan juga menembakkan gas air mata ke kerumunan.

"Kemudian pihak keamanan menangkap para terdakwa dan menyita tiga unit mobil pick up sound," ujar Carvallo.

Atas perbuatan tersebut, 26 aktivis diduga melanggar 216 dan 218 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, salah satu ativis LBH Tigor Gemdita Hutapea menolak seluruh dakwaan yang diajukan oleh JPU PN Jakpus. Dia bersama 25 aktivis lainnya mempertanyakan kepada JPU dalam kasus yang mana mereka dipanggil.

"Pertama panggilan dengan pasal 286 dan 288 tentang kejahatan asusila. Kemudian kami juga dipanggil dengan pasal 216 dan 218 terkait tidak mengikuti perintah pejabat berwenang," kata Tigor dalam persidangan.

Tigor menilai, jaksa tidak profesional karena telah mengaku salah dalam melakukan pemanggilan 26 aktivis sebagai terdakwa. Dia juga kecewa dengan JPU yang tidak mampu menjelaskan soal dakwaan yang diberikan kepada 26 aktivis.


"Peradilan ini seperti dipaksakan sehingga melanggar hak kami sebagai WNI yang dipanggil ke muka persidangan," tuturnya.

Tigor juga mempertanyakan dirinya yang tidak pernah diperiksa sebagai tersangka namun sudah mendapat dakwaan. "Tapi dalam berita acara persidanfan kami dipanggil sebagai tersangka," ujar Tigor.

Kasus ini bermula saat ratusan buruh menggelar unjuk rasa menuntut Pemerintah mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 yang berorientasi pada upah murah pada 30 Oktober 2015. Polisi kemudian menangkap 26 aktivis tersebut. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER