Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Solidaritas Keadilan Warga Batang (SKWB) menuntut pembatalan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Proyek pembangunan ini dinilai merusak lingkungan dan menghancurkan perekonomian warga Batang.
SKWB menggelar aksi protes di depan kantor Kedutaan Besar Jepang, Thamrin, Jakarta Pusat dengan membentangkan seng bertuliskan '
Coal Kills Us'. Para aktivis mengenakan kostum hantu Jepang sebagai simbol kematian atas pelanggaran hak asasi warga Batang.
Juru bicara SKWB, Hadi Priyanto mengatakan, aksi ini dilakukan sebagai bentuk tuntutan pada pemerintah Jepang yang mendanai proyek pembangunan PLTU. Terlebih, PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) sebagai pelaksana proyek mulai memagari lahan milik warga yang belum terjual tanpa izin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak petani dan nelayan yang mengalami pelanggaran hak asasi karena diintimidasi PT BPI. Jadi kami minta pada pemerintah Jepang untuk tidak meneruskan pembangunan proyek ini," ujar Hadi saat ditemui, Jumat (1/4).
Sebelumnya SKWB telah mendesak pihak Japan Bank for International Cooperation (JBIC) sebagai pemberi dana untuk segera menghentikan proyek ini. Menurut Hadi, pihak JBIC berjanji akan mempertimbangkan tuntutan ini hingga tenggat waktu pendanaan 6 April mendatang.
"Kami sudah minta agar mereka tidak memberikan dana bagi proyek ini. Tapi mereka bilang masih akan menindaklanjuti lagi sampai 6 April nanti," katanya.
Hadi juga mengaku telah berkoordinasi dengan pemerintah Batang untuk membatalkan proyek ini. Namun menurut Hadi, pemerintah Batang tak terlalu banyak mengambil tindakan terkait pembangunan PLTU.
"Alasannya ini adalah proyek nasional. Padahal ternyata ini proyek murni swasta. PLN hanya berhak membeli listrik dari PT BPI," ucapnya.
Lebih lanjut Hadi mengungkapkan, lahan seluas 12,5 hektare milik warga Batang telah diberi pagar seng oleh PT BPI. Padahal lahan itu belum resmi dijual warga. Menurutnya, warga menjadi kesulitan bercocok tanam karena akses ke lahan telah tertutup seng.
"Untuk tanah-tanah yang belum terjual apa pantas dipagari karena itu masih milik warga. Kalau warga dihambat ke lahannya sendiri, itu sama saja bunuh pelan-pelan. Warga kan pekerjaan utamanya memang bertani dan nelayan," ucapnya.
Rencana pembangunan PLTU batu bara ini telah tertunda sejak tahun 2012 akibat penolakan dari warga. Sebanyak 10 persen dari 226 hektare yang dibutuhkan proyek belum terjual karena masih tersandung proses pembebasan lahan.
PLTU batu bara Batang rencananya akan dibangun dengan kapasitas 2x1.000 megawatt. Proyek pembangunan ini diklaim menjadi PLTU batu bara terbesar di Asia Tenggara yang digunakan untuk memenuhi suplai energi industri.
(bag)