Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Tito Karnavian menginginkan, kelompok terorisme Santoso menyerahkan diri setelah dikirimkan surat pemanggilan. Dia mengatakan, pada dasarnya Densus 88 dan TNI menghindari terjadinya konflik saat beroperasi.
"Kami inginnya kirim surat saja, kemudian dia (Santoso) menggunakan lawyer terbaik dan datang ke penyidik. Tapi kan mereka tidak mau," ujar Tito di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (13/4).
Dia berpendapat, sebagian besar teroris beripikir bakal masuk surga apabila melawan aparat penegak hukum dan pemerintah. Teroris, terutama garis keras ideologi, dilatih untuk berperang dan siap mati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teroris, kata Tito, terparadigma mengkhianati jaringannya apabila menyerahkan diri kepada aparat. Mereka juga didoktrin bakal masuk neraka apabila bunuh diri.
Dia menceritakan tragedi ledakan bom di Kedutaan Besar Australia pada 2004, dengan terpidana mati Iwan Darmawan Mutho alias Rois. Rois ditangkap di dermaga Institut Pertanian Bogor. Tito menceritakan, Rois saat itu menangis saat ditangkap Densus 88.
"Kenapa nangis? Dia kehilangan momentum masuk surga, momentum melawan petugas itu yang dicari," ucap mantan Kepala Densus 88 ini.
Bekas Kapolda Papua ini menuturkan, Densus juga memegang unsur proporsional. Mereka dapat menggunakan senjata apabila terduga teroris melawan dengan senjata mematikan. Dia mencontohkan terduga teroris Muhammad Ali dan Afif alias Sunakin yang meninggal dalam tragedi bom Thamrin.
"Tembak-tembakan di tengah jalan apa kami lempar-lempar surat pemanggilan ke mereka? Kami kasih tindakan juga," katanya.
Saat ini Santoso sendiri belum berhasil ditangkap dan masih bersembunyi di Pegunungan Biru, Poso, Sulawesi Tengah. Polisi dan TNI bergabung dalam operasi Tinombala masih berupaya menemukan pria yang diduga bertanggung jawab atas serangkaian serangan teroris itu.
Sebelumnya, Santoso diburu melalui operasi Camar Maleo yang digelar sepanjang 2015, namun gagal. Santoso memang sudah lama disebut polisi sudah berafiliasi kepada ISIS atau Negara Islam Irak dan Suriah.
Hal itu terlihat dalam video ancaman Santoso terhadap istana negara yang menyertakan bendera hitam khas ISIS. Video itu diunggah melalui akun Facebook bernama Bahrun Naim Anggih Tamtomo, akhir 2015 lalu. Bahrun diyakini Polri berada di Suriah, menjadi petinggi ISIS yang mengotaki serangan teror di Thamrin.
(pit)