Kesaksian Warga Pasar Ikan hingga Luar Batang

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Rabu, 20 Apr 2016 18:08 WIB
Kesaksian Upi disuguhkan di atas panggung acara rapat akbar masyarakat Luar Batang yang kini menjadi giliran target rencana penggusuran Pemprov Jakarta.
Warga tetap bertahan di perahu setelah penggusuran kawasan permukiman Pasar Ikan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara, Jakarta, Selasa, 13 April 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Upi Yunita (38) hanya bisa merintih dalam ratapan ketika mendapati rumahnya rata dengan tanah saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghancurkan semua bangunan dalam aksi penggusuran di Kampung Akuarium, Pasar Ikan, Jakarta Utara, pekan lalu (11/4).

Upi dibesarkan di rumah yang dimiliki mendiang ayahnya sejak 1961 silam. Dia terhenyak lantaran bangunan itu rata tidak lebih dari lima menit saat dirinya diamankan aparat Satuan Polisi Pamong Praja di sebuah bus sekolah bersama puluhan warga lainnya yang kala itu ikut memberontak, menentang penggusuran rumah di tanah kelahiran.

Upi masih ingat betul, pagi hari sebelum penggusuran, dia dan warga menggelar salat hajat dua rakaat diiringi tahlil dan tahmid. Mereka bersimpuh memanjatkan doa, meminta Tuhan membukakan hati aparat agar mau mendengar permohonan warga yang meminta penangguhan penggusuran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi yang terjadi, mereka yang masih mengenakan mukena ditendang, pemuda yang melawan ditarik petugas, semua yang menentang diamankan," kata Upi dengan suara bergetar menahan geram di hadapan ratusan warga Kampung Luar Batang, Rabu (20/4).

Kesaksian Upi disuguhkan di atas panggung acara rapat akbar masyarakat Luar Batang yang kini menjadi giliran target rencana penggusuran Pemprov DKI Jakarta. Gelaran rembukan itu digelar di sebuah lapangan kecil di samping bangunan bersejarah Masjid Luar Batang, yang kini menjadi tempat penampungan 385 kepala keluarga Kampung Akuarium korban penggusuran.

Upi dan warga Pasar Ikan saat penggusuran meminta kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mau menunda penggusuran hingga lebaran Idul Fitri. Warga kala itu masih kelimpungan mengurus banyak hal, terutama berkenaan dengan kelanjutan pekerjaan suami yang mayoritas bernelayan dan anak-anak yang belum rampung menyelesaikan ujian di sekolahnya.

Tapi ratapan tinggal ratapan. Penggusuran hanya menyisakan puing-puing bangunan dan warga Pasar Ikan kini dilanda diaspora.

Aktivis hak asasi manusia Ratna Sarumpaet dalam sepekan terakhir menghabiskan waktunya memberikan advokasi di kawasan Penjaringan Jakarta Utara. Dia menjadi saksi penggusuran Kampung Akuarium dan dicap "provokator" oleh aparat karena sikap kerasnya menentang penggusuran.

Ratna membela warga karena mendapati prosedur pelaksanaan relokasi Pasar Ikan cacat. Dia menilai pemerintah tidak punya niatan memperlakukan warga sebagai manusia.

"Mereka hanya mengirim utusan untuk berkeliaran ke kampung-kampung dengan menawarkan segala kebaikan rumah susun disertai iming-iming Rp1-2 juta," kata Ratna.

Jelang penggusuran, Ratna mengaku sempat berdialog dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti agar aparat tidak berpihak pada penggusur. Namun pertemuan yang berlangsung satu jam itu tak menghasilkan solusi.

Ratna lantas berusaha menemui Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, namun urung terlaksana karena saat itu panglima sedang berada di luar negeri.

"Saya hanya tidak ingin polisi ataupun TNI dipecah belah oleh kepentingan ekonomi yang kita tidak tahu kepentingannya untuk apa," ujar dia.

Ratna cukup kecewa usahanya tak membuahkan banyak hasil. Surat penangguhan yang dia kirim ke pemprov DKI Jakarta dan surat aduan ke Istana pun tak berbalas.

Ratna tak mau penggusuran kini menimpa warga Kampung Luar Batang. Bulu kuduknya sudah cukup dibuat merinding menyaksikan warga Kampung Akuarium selama dua pekan terakhir tidur di atas ubin dingin lantai dua Masjid Luar Batang yang tak berjendela.

Pasang Badan di Luar Batang

Adalah Ketua Masjid Kampung Luar Batang Faisal Sam yang kala itu membuka pintu masjid lebar-lebar bagi warga Kampung Akuarium yang kelimpungan mencari peraduan --meski ada pula sebagian yang kini memilih menjadi manusia perahu.

Faisal tak mau warga di kampung tetangganya luntang-lantung. Sebuah posko kemanusiaan pun didirikan di masjid yang telah berdiri sejak tiga abad silam itu.

Pemuda asli Kampung Luar Batang itu tak sudi kampungnya menjadi target penggusuran pemerintahan yang dipimpin Ahok, sapaan Basuki. Dia berani mempertaruhkan raga sekiranya kampung yang sudah berdiri ratusan tahun itu jadi incaran penggusuran berikutnya.

"Luar Batang ini bukan kampung bermasalah. Jika Ahok masih juga berani mengambil sejengkal tanah pun akan kami lawan," kata Faisal.

Kuasa hukum Kampung Luar Batang yang menjadi lawan politik Ahok, Yusril Ihza Mahendra, mempertanyakan kehadiran negara di saat rakyat terintimidasi dalam penggusuran paksa.

Terlebih, kata dia, Presiden Joko Widodo selaku kepala negara hingga kini masih bergeming menanggapi penggusuran di era pemerintahan Ahok. Padahal Yusril masih ingat Jokowi pernah menandatangani kontrak politik untuk tidak melakukan penggusuran saat dia masih mencalonkan diri jadi gubernur DKI Jakarta.

Yusril menekankan, negara hanya punya wewenang menguasai tanah, bukan memilikinya. Dengan kata lain, baik negara, pemerintah, perusahaan, maupun warga punya hak dan kekuatan hukum yang sama untuk mendapatkan kepemilikan tanah.

Kalaupun Pemprov DKI mengklaim atas kepemilikan tanah yang akan digusur, kata Yusril, maka Ahok perlu membuktikan surat-surat ataupun dokumen atas kepemilikan yang dia klaim. Pembuktian itu pun wajib diberlakukan sekiranya tanah gusuran diklaim sebagai aset pemerintah.

"Jika itu semua tidak bisa dibuktikan, maka semua orang bisa menilai siapa yang sedang melakukan penyerobotan," kata Yusril.

Ahli hukum tata negara itu menantang nyali Ahok untuk memberanikan diri turun ke lapangan berdialog dengan warga yang akan dia gusur. Dialog dianggap penting agar warga mengetahui duduk perkara dan Ahok tahu siapa dan apa yang akan dia gusur.

Yusril telah mengerahkan sejumlah advokat untuk mendata surat-surat kepemilikan tanah warga Kampung Luar Batang, baik berupa surat hak milik, hak guna bangunan, sertifikat, maupun dokumen jual-beli kepemilikan.

Data-data itu nantinya akan menjadi bahan gugatan warga Kampung Luar Batang terhadap Pemprov DKI Jakarta. Yusril menyadari, selama ini Pemprov DKI kerap menang di pengadilan menghadapi gugatan warga.

Namun dengan segudang pengalamannya di ranah hukum, Yusril menjanjikan advokasinya akan membuahkan kemenanganan bagi warga Kampung Luar Batang. Dia hanya berharap warga Kanpung Luar Batang bersatu dan berkepala dingin menghadapi upaya penggusuran tanpa harus terpancing tindakan anarkis namun dengan perjuangan menempuh jalur hukum.

"Percayalah, sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka,” kata Yusril mengutip firman Tuhan yang termaktub dalam Alquran surat Ar Raad ayat 11. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER