Jakarta, CNN Indonesia -- Panitia khusus (Pansus) DPR untuk revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme akan mengunjungi Poso dan Jawa Tengah sebagai bagian dari proses pematangan rencana revisi beleid.
Ketua Pansus revisi UU Antiterorisme, Muhammad Syafii, enggan mengungkap kapan waktu kunjungan ke dua daerah yang diduga menjadi tempat berkumpulnya teroris. Dia hanya memastikan Pansus juga akan mengunjungi Detasemen Khusus 88 (Anti Teror), Mabes Polri, dan Mabes TNI.
"Target ini selesaikan kunjungan, sehingga masa sidang keenam sudah rapat Panja dalam Pansus," kata Syafii di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum melakukan kunjungan, Pansus akan menggelar seminar untuk mendengar masukan pakar terorisme dari dalam dan luar negeri, termasuk korban terorisme. Seminar akan diselenggarakan pekan depan (25/5).
Pansus bakal terus berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Beleid yang ada saat ini belum menangani korban terorisme. Negara selama ini hanya melindungi penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, pelapor, ahli, saksi dan petugas pemasyarakatan beserta keluarganya.
Mereka dilindungi dari kemungkinan ancaman membahayakan diri, jiwa atau hartanya saat sebelum, selama dan sesudah proses pemeriksaan perkara.
"Kami FGD (Forum Group Discussion) dengan LPSK tetapi mereka belum punya slot untuk korban-korban. Pembahasannya sangat disiplin, jangan terburu-buru," kata Legislator Partai Gerindra ini.
Dia berkata, internal Pansus masih tidak setuju dengan usulan pemerintah terkait penambahan masa tahanan terduga teroris dari 180 hari menjadi 510 hari. Ketentuan itu termaktub dalam Pasal 25-28.
Menurutnya, hal biasa apabila pasal itu nantinya dihapus. Penambahan dan pengurangan pasal bukan hal besar dalam merevisi sebuah undang-undang. "Teman-teman di Pansus Terorisme teriak itu pasal Guantanamo," tuturnya.
Rencana revisi UU Antiterorisme menguat setelah tragedi bom di Sarinah, Jakarta, 14 Januari. Revisi UU Terorisme merupakan inisiatif pemerintah. Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, dan Jaksa Agung Prasetyo telah menyampaikan poin-poin revisi kepada DPR.
(gil)