Jakarta, CNN Indonesia -- Pejabat tinggi negara Turki menyambangi Kejaksaan Agung untuk membicarakan kerja sama hukum antarnegara, Selasa (24/5).
Rombongan delegasi yang dipimpin Jaksa Agung Turki Halil Yilmaz terlihat telah hadir di Kejagung sejak pukul 10.00 WIB. Pertemuan mereka dengan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo dan seluruh Jaksa Agung Muda Kejagung usai pada pukul 12.00 WIB.
Setelah mengadakan pertemuan, Prasetyo berkata bahwa kesepakatan kerja sama penegakan hukum antara Indonesia dan Turki telah disepakati. Menurutnya, terbuka kemungkinan adanya perjanjian ekstradisi yang akan dijalin Indonesia dengan Turki di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Bentuk kerja sama) akan dirancang lagi dan dikonkritkan. Tapi gambarannya kerja sama di masalah pendidikan, tukar menukar informasi, dan kemungkinan ekstradisi," ujar Prasetyo di Kejagung, Jakarta.
Selain membicarakan kerja sama, Prasetyo juga mengaku telah berbagi pengalaman terkait pelaksanaan eksekusi mati kepada rombongan Turki. Halil pun berkata bahwa dirinya menghormati pilihan Indonesia yang tetap menjalankan eksekusi mati, walaupun Turki tak lagi menerapkan hukuman tersebut sejak belasan tahun lalu.
"Kami menghormati sistem hukum di tiap negara di mana masing-masing negara memiliki hukum yang dikeluarkan majelisnya. Tapi sekitar 16 tahun lalu terakhir kami memiliki eksekusi mati juga. Namun sekarang sudah kami angkat," kata Halil.
Pidana WNI yang Bergabung ISISDalam kesempatan yang sama, Halil juga berkabar telah ada 16 warga negara Indonesia yang terbukti hendak bergabung dengan kelompok terorisme internasional ISIS dan telah diproses pidana oleh penegak hukum di Turki.
Menurut Halil, proses hukum harus dilakukan karena belasan WNI itu telah terbukti melakukan tindak pidana terorisme di negaranya.
"Ada 16 WNI yang ditangkap di bagian ujung Turki. Mereka termasuk orang-orang yang melakukan aksi terorisme di Turki. Makanya mereka juga dapat hukuman di sana," ujarnya.
Prasetyo pun terkesan menerima langkah penegak hukum Turki yang memidanakan warga negara Indonesia di sana. Menurutnya, langkah yang ditempuh telah tepat. Apalagi, sampai saat ini belum ada peraturan di Indonesia yang dapat membuat penegak hukum memproses WNI terduga ISIS di luar negeri.
"Ya kita minta perhatian saja. Kami sampaikan bahwa UU terorisme kita belum sampai sana. Sekarang kita sedang merevisi UU terorisme supaya kegiatan seperti itu bisa dijangkau dengan UU yang baru," ujarnya.
(obs)