Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan penambahan luas areal hutan yang termasuk ke dalam kawasan penundaan pemberian (moratorium) izin lahan baru atau sebagai upaya penyempurnaan tata kelola hutan dan lahan gambut.
Penambahan luas areal moratorium ini tertuang dalam revisi ke-10 Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) yang ditetapkan KLHK pada 20 Mei lalu. Dalam revisi PIPPIB tersebut, terjadi penambahan luasan areal moratorium seluas 191.706 hektare.
"Luas areal hutan yang termasuk dalam kawasan moratorium sekarang mencapai 65.277.819 hektare yang sebelumnya, pada revisi ke-9 melingkupi 65.086.113 hektare," ujar Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan San Afri Awang dalam konferensi persnya pada Rabu (25/5) di KLHK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perluasan areal moratorium ini menurut Awang terjadi karena adanya perubahan dalam survei lahan gambut, hutan alam primer, konfirmasi perizinan, dan pembaharuan data kepemilikan tanah. Selain itu, perluasan ini juga disebabkan adanya perkembangan tata ruang dan pembaharuan data perizinan di masing-masing daerah.
Walaupun begitu, revisi PIPPIB tidak selalu memperluas areal moratorium. Awang menyatakan jika ada pengurangan areal lahan moratorium dalam revisi PIPPIB dapat terjadi akibat perubahan kepemilikan masyarakat terhadap hutan dan lahan gambut di lapangan.
"Persoalannya 65 juta hektar lahan dalam PIPPIB ini tidak seluruhnya hutan alam. Faktanya sudah banyak (lahan) yang diduduki oleh rakyat dan dijadikan perkebunan. Dari situ kami evaluasi izinnya dan jika benar akan jadi rujukan revisi PIPPIB," kata Awang.
Menurut Direktur Program of Sustainable Development Governance Kemitraan Partnership Dewi Rizki perlu ada penguatan implementasi kebijakan moratorium dalam hal pengawasan dan evaluasinya di lapangan.
Menurutnya instruksi pemerintah No 8/Tahun 2015 terkait moratorium hutan sudah sejalan dengan misi penyelamatan hutan sebagai bagian dari pembangunan yang berkelanjutan.
Dewi menyatakan publikasi dan implementasi yang transparan dari Pemerintah kepada publik itu perlu untuk meningkatkan efektifitas penerapan moratorium.
"Bagaimana hasil PIPPIB bisa satu jalan dari pemerintah pusat dan daerah sebagai penyesuaian perencanaan pembangunan. Kita harus sadar bahwa ini (moratorium) pekerjaan bersama untuk capai pemulihan lahan hutan," kata Dewi
Penguatan implementasi kebijakan moratorium menurut Dewi juga bisa dilakukan dengan mengkaji ulang rencana aksi bersama antara pemerintah pusat hingga kabupaten/kota serta masyarakat.
Salah satunya pemantauan dan evaluasi di lapangan terkait hutan yang termasuk ke dalam kawasan moratorium harus betul-betul ditegakan sesuai hukum yang ada.
"Jika implementasi semua pihak bisa transparan, pengawasan di lapangan sudah optimal, cara terakhir untuk memperkuat moratorium ini adalah dengan menetapkannya pada Peraturan Presiden," ujar Dewi.
(gir)