Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, kebiri kimia sebagai salah satu bentuk pidana tambahan bagi pelaku kekerasan seksual bukan berarti memutus rantai keturunan. Kebiri kimia tersebut hanya akan berlaku selama dua tahun setelah pelaku menjalani hukuman pokoknya yakni kurungan.
Karena itu Khofifah membantah hukuman kebiri kimia ini adalah bentuk penghilangan salah satu fungsi organ tubuh manusia. Soal kebiri kimia ini, ia mengaku sudah memberikan penjelasan pada Majelis Ulama Indonesia yang menolak hukuman tambahan bagi pelaku kekerasan seksual ini.
"Saya sudah jelaskan ke MUI, ini bukan memutus mata rantai keturunan, hanya dua tahun," kata Khofifah di Jakarta, Selasa (31/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebiri secara kimia ini menurut Khofifah selain agar tak ada lagi korban, juga sebagai terapi pada pelaku.
Kebiri kimia merupakan hukuman tambahan yang diatur dalam Perppu selain pengumuman identitas pelaku dan pemasangan chips elektronik.
Khofifah membantah Perppu ini adalah Perppu kebiri seperti yang selama ini disebutkan sejumlah pihak. Perppu diterbitkan sebagai bentuk perlindungan pada anak-anak dari negara.
Hukuman yang berat ini, kata Khofifah, sudah terbukti efektif di Korea Selatan, Jerman, Inggris, Norwegia, Rusia, beberapa negara bagian Amerika dan Australia serta beberapa negara lain.
"Di Filipina bahkan hukuman mati," katanya. Sementara di Amerika Serikat, foto pelaku kekerasan seksual ditempel di stasiun pengisian bahan bakar umum sehingga mudah dikenali.
Perppu nomor 1 tahun 2016 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo merupakan perubahan kedua atas Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Dalam perppu selain tambahan hukuman juga diatur pemberatan hukuman bagi pelaku. Pelaku bisa dipidana penjara paling singkat 10 tahun hingga maksimal hukuman mati.
Dalam perppu juga diatur rehabilitasi pada korban, keluarga korban dan pelaku.
Untuk lebih detilnya baik pemberatan dan penambahan hukuman serta pengawasannya menurut Khofifah bakal diatur dalam peraturan pemerintah.
Penerbitan Perppu ini menuai pro dan kontra dari masyarakat. Perppu dinilai hanya berfokus pada hukuman bagi pelaku. Hukuman kebiri pada pelaku juga dinilai melanggar hak asasi manusia karena akan menghilangkan salah satu fungsi organ tubuh.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Imam Aziz menilai penerapan hukuman kebiri tak relevan dan melanggar HAM.
"Dalam hukum modern sudah tidak bisa diterima karena berkaitan dengan penghilangan fungsi organ manusia. Kami lebih cenderung tidak setuju," kata Imam dalam suatu diskusi penyelesaian pelanggaran HAM di Jakarta.
Imam menilai penerapan hukuman kebiri ini hanya bentuk tuntutan emosional dari masyarakat yang diterima pemerintah.
Terkait dengan penyelesaian kekerasan seksual pada anak, Imam menyatakan bahwa ia lebih mendukung jika fungsi hukum diterapkan melalui pendekatan yang lebih humanis dan mendidik, tidak dengan cara yang memungkinkan negara melakukan pelanggaran HAM terhadap masyarakat.
(sur)