Jakarta, CNN Indonesia -- Pengesahan Perppu nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-undang perlindungan anak oleh Presiden Jokowi dipertanyakan. Kelompok swadaya masyarakat yang tergabung dalam Aliansi 99 menilai penerbitan Perppu tersebut tak transparan.
Konselor Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) Indonesia, Evie Permata Sari, mengaku sulit mencari data perihal Perppu itu.
"Perppu ini tidak pernah transparan, kami cara data ke kementerian seperti Kemenko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), tapi kami justru dilempar ke sana ke sini dan tidak pernah dapatkan data," kata Evi di Kantor LBH Jakarta, Minggu (29/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Evi juga mempertanyakan alokasi dana untuk memberikan hukuman kebiri kimia bagi para pelaku kekerasan seksual pada anak. Ia memperkirakan, dibutuhkan dana sekitar Rp180 juta per tahun untuk suntik kebiri satu orang pelaku.
Kebiri kimia terhadap pelaku tidak dapat dilakukan hanya sekali. Hasil perhitungan ini didapatkan berdasarkan survei di sejumlah negara yang telah menerapkan hukuman kebiri.
Pertanyaan juga terkait chip elektornik yang diwacanakan yang dipasangkan pada pelaku. Chip tersebut direncanakan dipasang pada sebuah gelang yang dikenakan pada pelaku. Namun, siapa produsen dari chip ini masih jadi pertanyaan.
Selain itu, penggunaan chip diperkirakan membutuhkan satelit untuk melacak chip. Dari hal ini, Evie juga mempertanyakan siapa produsen satelit tersebut.
"Siapa yang kompeten melaksanakannya, siapa pengawasnya, berapa biaya pembuatan chip dan satelit serta siapa pelaksana chipnya, ini kan tidak transparan," ujarnya.
Evie menilai dana yang akan dikeluarkan untuk pelaksanaan pemberatan hukuman pelaku kekerasan seksual itu akan lebih bermanfaat untuk proses pendampingan korban. Pasalnya, dari sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak, korban kerapkali terbentur biaya yang begitu besar untuk rehabilitasi.
Sementara itu Khotimum dari Asosiasi LBH Apik Jakarta mengatakan, proses pembuatan Perppu ini sama sekali tak melibatkan masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa dirinya harus mendapatkan data Perppu tersebut sendiri karena tidak dapatkan dari pemerintah.
"Ini termasuk pelanggaran administrasi, kami bisa laporkan ke Ombudsman," ujarnya.
Senada dengan Khotium, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, mengatakan, Perppu ini dapat menjadi dasar untuk membuka lebih Iuas peluang korupsi di dalam sistem peradilan pidana. Karena dalam penerapan perppu ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
"Dalam pengesahan Perppu ini juga tidak adanya transparansi yang dilakukan oleh pemerintah," kata Erasmus.
Sebelumnya Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menilai wajar ada pro dan kontra terkait penandatanganan Perppu tersebut. Pro kontra itu sudah sejak lama terjadi sebelum akhirnya Presiden Joko Widodo mengambil sikap tegas.
Memang dalam Perppu diatur pemberatan dan tambahan hukuman bagi pelaku tindak kejahatan seksual. Salah satunya adalah hukuman tambahan kebiri kimia. Namun untuk lebih jelas, akan diatur kembali dalam peraturan pemerintah.
"Terkait teknis pelaksanaan, bagaimana pemberatan hukuman dan tambahan hukuman bagi pelaku tindak kejahatan seksual tersebut," ujar Khofifah.
Dalam peraturan pemerintah nantinya akan dijelaskan soal hukuman tambahan yakni proses kebiri kimia, publikasi pelaku di area umum, dan pemasangan alat untuk mendeteksi berupa chip.
Hukuman tambahan yang diberikan juga akan diikuti proses rehabilitasi terhadap korban, keluarga korban, serta para pelaku.
Peraturan pemerintah juga mengatur siapa yang melaksanakan dan mengawasi di lapangan. Kewenangan Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan juga akan diatur dalam peraturan pemerintah.
(sur)