Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak seluruh eksepsi atau nota keberatan terdakwa kasus kopi beracun, Jessica Kumala Wongso.
Untuk itu, JPU meminta agar hakim tetap melanjutkan kasus kopi beracun yang menewaskan Wayan Mirna Salihin.
"Surat dakwaan pada Jessica Kumala Wongso telah memenuhi syarat formal dan materiil sehingga dapat dijadikan dasar untuk memeriksa terdakwa," kata Jaksa Ardito saat membacakan tanggapan JPU atas eksepsi terdakwa di PN Jakarta Pusat, Selasa (21/6).
Menurut Ardito, surat dakwaan terhadap Jessica telah menguraikan tindak pidana yang dilakukan secara cermat, jelas, dan lengkap.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa menjabarkan mulai dari penguraian motif, kejadian awal, kronologi terdakwa dengan korban yang berkomunikasi melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp, saat terdakwa membeli sabun sebelum bertemu korban, memesan Vietnam Ice Coffee, hingga hasil visum korban yang menunjukkan adanya kerusakan dalam lambung korban.
"Kami telah menyebutkan waktu dan tempat secara jelas. Selain itu pada persidangan sebelumnya Jessica telah menyatakan memahami dakwaaan JPU," kata Ardito.
Lebih lanjut, JPU juga menyatakan bahwa Jessica memang benar melakukan pembunuhan berencana. Hal ini dilihat dari sikap terdakwa yang telah menyusun keputusannya untuk membunuh secara tenang. Selain itu terdakwa juga dinilai punya waktu cukup banyak untuk memikirkan akan membunuh atau tidak.
"Sesuai doktrin-doktrin yang ada di unsur perencanaan, ditentukan bahwa pola pembunuhan dilihat dari subjek yakni pelaku bukan objek atau alat yakni sianida tersebut," ucapnya.
Sehingga JPU menilai asal racun sianida hingga penyimpanannya tidak perlu disebutkan dalam surat dakwaan. Ardito pun menampik pernyataan kuasa hukum terdakwa yang menyebutkan kematian Mirna bukan karena sianida. Dari hasil visum, dokter hanya menyebutkan kematian Mirna karena ada zat korosif di lambungnya.
"Sianida mematikan atau tidak bukan kapasitas kuasa hukum. Bukan kapasitas kami juga, tapi ahli toksikologi yang nanti bisa memberikan keterangan itu," tutur Ardito.
Dia pun menegaskan bahwa bukti-bukti yang menunjukkan Jessica memasukkan racun sianida ke minuman Mirna akan dibuktikan saat sidang pemeriksaan saksi.
Kuasa hukum Jessica pun sempat meminta pada Ketua Majelis Hakim Kisworo untuk menyatakan tanggapan atau duplik dari jawaban yang dibacakan JPU. Namun majelis hakim menolak dan memutuskan melanjutkan sidang pada 28 Juni 2016 dengan agenda putusan sela.
Menanggapi hal ini, salah satu kuasa hukum Jessica yakni Otto Hasibuan mengaku keberatan dengan putusan hakim yang tak memberi kesempatan untuk membacakan duplik.
Dia tetap berkukuh bahwa pembunuhan berencana yang didakwakan pada kliennya itu tidak dirangkai dengan jelas.
"Harus diuraikan bahwa ada sianida di tubuh Mirna yang mengakibatkan mati. Visum sudah bilang itu zat korosif, sedangkan sianida ini adanya di gelas kopi," ujarnya.
Otto menganggap bahwa pendapat dari ahli toksikologi tak bisa menunjukkan fakta dalam kasus ini. Dia pun berharap dakwaan pada Jessica tetap dibatalkan oleh majelis hakim karena tak ada bukti yang jelas bahwa kliennya membunuh Mirna.
Terdakwa kasus kopi beracun yang menewaskan Mirna, yakni Jessica telah menjalani sidang perdana di PN Jakarta Pusat, 15 Juni lalu. Pada sidang kali ini tim kuasa hukum Jessica mengajukan eksepsi atau keberatan dengan dakwaan JPU.
Dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukum, terdakwa menyatakan bahwa JPU tidak memperhatikan tahapan rencana pembunuhan. Sebab, JPU tidak menyebutkan di mana racun sianida itu disimpan sebelum dimasukkan ke minuman Mirna.
Menurut kuasa hukum terdakwa, hal tersebut mestinya menjadi petunjuk bahwa Jessica memang melakukan pembunuhan berencana seperti yang didakwakan JPU. Mereka pun meminta agar dakwaan JPU dibatalkan demi hukum.
Mirna meninggal dunia pada 6 Januari 2016 setelah meminum kopi Vietnam Ice Coffee. Atas kasus tersebut, Jessica ditahan oleh penyidik Polda Metro Jaya sejak 28 Januari 2016.
(rel)