Menteri Tjahjo Sebut Perda Intoleransi Kewenangan Daerah

Gloria Safira Taylor | CNN Indonesia
Rabu, 22 Jun 2016 17:04 WIB
Menteri Tjahjo Kumolo mengungkapkan tak bisa mencabut perda intoleran karena kewenangan mengaturnya milik pimpinan daerah.
Menteri Tjahjo Kumolo mengungkapkan kewenangan perda intoleran ada di pimpinan daerah. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Tjaho Kumolo mengatakan peraturan daerah (perda) intoleransi yang diterbitkan di sejumlah daerah tidak dapat dibatalkan begitu saja oleh kementerian dalam negeri. Alasannya, pembatalan perda intoleransi merupakan kewenangan dari daerah terkait.

"Perda yang sebelum disosialisaikan harus dengan persetujuan Mendagri hanya mencakup Perda APBD, Perda RT RW, Perda Pajak Daerah, Perda Retribusi Daerah dan RPJMB, di luar itu terserah daerah," kata Tjaho di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (22/6).

Menurut Tjahjo, kementerian dalam negeri hanya campur tangan dengan aturan daerah yang bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi. Dia menyebutkan, aturan-aturan daerah yang dihapus hanya terkait investasi, retribusi, pelayanan birokrasi dan masalah perizinan.
“Untuk perda intoleransi belum ada pembahasan lebih lanjut karena masih merupakan kewenangan kepala daerah terkait,” kata Tjahjo.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, Anggota Komisi II Muchtar Luthfi Andi Mutty mengatakan kecewa dengan Kemendagri yang tidak menghapuskan perda intoleransi.

Menurut Muchtar, Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang majemuk. Perda intoleransi yang memuat kepentingan kelompok tertentu akan berdampak buruk bagi kerukunan bangsa.

Selain itu, ia khawatir dengan tidak dihapuskannya perda intoleransi akan membuat golongan agama lain melakukan hal serupa.

“Perda intoleransi harus dihapuskan agar tidak menghambat kemajuan Indonesia. Mau jadi apa kalau perda intoleransi tidak dihapuskan," kata Muchtar.
Perhatian terhadap perda intoleransi dipicu adanya beberapa kasus di sejumlah daerah yang melarang warung makan beroperasi pada siang hari saat bulan puasa. Ketika insiden ini menjadi perhatian publik, Tjahjo menyatakan akan mengeluarkan surat edaran kepada kepala daerah supaya tidak mengeluarkan instruksi atau peraturan daerah yang berpotensi menggangu toleransi dan kemajemukan bangsa.

Setara Institute mengkritik pemerintah yang hanya fokus pada peraturan daerah terkait persoalan ekonomi seperti pajak, retribusi, dan aturan lain yang melemahkan daya saing serta memperumit birokrasi bisnis. Di sisi lain, pemerintah mengabaikan perda intoleran yang kini menjadi sorotan publik.

Pernyataan itu dikeluarkan Setara usai pengumuman Presiden Jokowi bahwa Kementerian Dalam Negeri telah membatalkan 3.143 peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang bermasalah karena menghambat pertumbuhan ekonomi dan investasi.
Menurut Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani, di tengah kecaman atas dampak perda intoleran di Serang dan sejumlah daerah lainnya, seharusnya Kemendagri lebih bergegas dan tak hanya berorientasi pada penghapusan faktor penghambat daya saing ekonomi.

Kemendagri diminta mulai mengkaji perda-perda yang menjadi dasar pengesahan tindakan intoleransi dan diskriminasi yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Perda-perda intoleran tersebut sangat nyata bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945," kata Ismail.
(yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER