Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri menyebut pelaku bisnis vaksin palsu mendapatkan kemasannya dari rumah sakit.
"Terutama untuk botol bekas ini mereka kumpulkan dari rumah sakit," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Agung Setya di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (27/6).
Saat ini, kata dia, penyidik sedang mendalami apakah ada keterlibatan oknum pemulung sampah yang memasok botol bekas untuk para pelaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya saja, polisi belum mengungkapkan rumah sakit mana saja yang jadi target pengumpulan botol bekas itu.
Masyarakat awam, lanjut Agung, bisa membedakan kemasan yang asli dan palsu dari penutup karet atau rubber tube pada kemasan.
"Dari rubber tube, penutup karetnya itu, nampak warnanya lebih suram daripada yang asli. Bentuknya tidak rapi," kata Agung.
Selain itu, Kepala Subdirektorat Industri dan Perdagangan Komisaris Besar Sandy Nugroho juga mengatakan masyarakat bisa dengan mudah membedakan dari kotak kemasan yang digunakan.
"Kasat mata sebenarnya kelihatan. Lemnya miring dan lain-lain. Pekerjaannya tidak serapi yang asli," kata Sandy.
Selain itu, harganya pun jauh berbeda. Jika, Sandy mencontohkan, vaksin asli dijual Rp900 ribu, maka yang palsu bisa dijual Rp300 ribu.
"Tapi mereka (pelaku) dibilang palsu tidak mau. Dia bilang ini vaksin KW," kata Sandy.
Cairan vaksin palsu ini dibuat dengan aquades atau air galon biasa, kata dia. Air itu kemudian dicampur dengan "obat-obatan apa saja yang dia ingat."
Sandy mengatakan, dari pengungkapan yang dilakukan di kawasan Jakarta dan sekitarnya, didapatkan salah satu tersangka yang pernah mengemban pendidikan apoteker.
Dengan pengetahuan itu, dia membuat cairan yang hampir menyerupai aslinya. Walau demikian, tetap saja vaksin palsu itu tidak berkhasiat seperti semestinya.
Menurut Agung, keunikan kasus ini adalah sulitnya mendeteksi dampak vaksin palsu pada korban. "Baru nanti setelah ada kuman yang menyerang, karena dia tidak divaksin, baru nampak."
Rencananya, besok polisi akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan terkait korban.
"Langkah-langkah pencegahan yang kita lakukan, antisipasi dan kemudian langkah konkret terkait penyebaran yang sudah cukup luas ini tentunya perlu langkah cepat," kata Agung.
Kini, sudah ada 15 tersangka yang ditangkap polisi. Terakhir, penyidik menangkap dua orang di Semarang, Jawa Tengah. Berdasarkan informasi, saat ini para tersangka sedang dibawa ke Jakarta.
(pit)