Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan pemerintah melalui Kementerian Agama menggunakan metode penghitungan astronomi (hisab) dan melihat bulan atau rukyat dalam menetapkan 1 Syawal atau Idul Fitri 1437 Hijriah/2016 Masehi.
Lukman mengatakan sesuai fatwa Majelis Ulama Indonesia, Kemenag menggunakan hisab dan rukyat. “Kami merujuk pada Fatwa MUI Nomor 2 tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah,” kata Lukman dalam keterangan tertulisnya kepada pers, Sabtu (2/7).
Fatwa tersebut menyebutkan penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijah dilakukan berdasarkan metode hisab dan rukyat oleh pemerintah lewat Menteri Agama dan berlaku secara nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Fatwa juga mengatur dalam menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan MUI, ormas-ormas Islam, dan instansi terkait,” tuturnya.
Lukman memastikan selama ini pemerintah Indonesia mengikuti fatwa MUI yang lahir tahun 2004. “Di situ dinyatakan pemerintah mendapatkan kewenangan untuk menetapkan dengan dua metode, yaitu hisab dan rukyat. Dua-duanya digunakan," ujar Lukman.
Hisab, kata dia, menjadi cara untuk memastikan posisi hilal, sementara rukyat untuk konfirmasi.
Sidang itsbat awal Syawal akan dilaksanakan pada Senin besok (4/7). Sidang akan dimulai pada pukul 17.00 WIB diawali pemaparan posisi hilal secara astronomis pada 29 Ramadhan 1437 H/2016 H oleh Tim Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama.
Kementerian Agama telah mempersiapkan petugas di beberapa titik pemantauan untuk melihat hilal di seluruh Indonesia.
Lukman menambahkan, petugas Kemenag sudah terbiasa dan memiliki kualifikasi untuk melakukan pemantauan hilal. Mereka juga disumpah kesaksiannya, apakah melihat hilal atau tidak.
(obs)