Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan menerima gugatan
class action atau perwakilan kelompok yang diajukan warga Bukit Duri, Jakarta Selatan kepada pemerintah provinsi DKI Jakarta, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), dan pemerintah kota Jakarta Selatan.
"Menimbang bahwa gugatan perwakilan telah memenuhi prosedur gugatan perwakilan, sehingga gugatan adalah sah menurut hukum," ujar Ketua Majelis Hakim Didik Riyono di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (2/8).
Dengan demikian, persidangan akan dilanjutkan pada pemeriksaan pokok perkara. Usai putusan sela dibacakan, puluhan warga Bukit Duri yang mengikuti persidangan menyambut riuh dan langsung bertepuk tangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis hakim berpendapat anggota kelompok tidak pernah keberatan dengan pengajuan gugatan yang dilakukan oleh perwakilannya. Majelis juga menolak sejumlah alasan keberatan yang diajukan Pemerintah Provinsi DKI, BBWSCC, maupun Pemerintah Kota Jakarta Selatan.
Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada 23 Agustus dengan agenda pemeriksaan pokok perkara.
Ditemui usai persidangan, kuasa hukum warga, Vera Soemarwi, menyatakan pihaknya senang dengan keputusan majelis hakim. Dengan demikian, sambungnya, dirinya tak perlu mendaftarkan lagi gugatan warga Bukit Duri di PN Jakarta Pusat.
Vera juga mendata ulang anggota kelompok untuk persiapan pemeriksaan pokok perkara. Sejauh ini sudah ada 63 warga Bukit Duri yang tergabung dalam kelompok penggugat.
Mereka, kata Vera, mesti memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan alamat di Bukit Duri dan rumahnya termasuk dalam susunan peta bidang yang akan dibongkar.
"Kemarin sudah ada penambahan warga yang ingin bergabung dalam kelompok. Nanti majelis hakim akan memeriksa apakah data mereka benar warga Bukit Duri atau bukan," ucap Vera.
Sementara itu kuasa hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Nadia Zunairoh, menyayangkan keputusan majelis hakim yang melanjutkan gugatan warga Bukit Duri. Dia menilai gugatan tersebut tidak memenuhi persyaratan
class action. Meski demikian, dia tetap akan mengikuti proses persidangan hingga selesai.
"Kami lanjut saja mengikuti persidangan sampai selesai. Nanti bisa dilihat prosesnya," tutur Nadia.
Gugatan kelompok itu dilayangkan pada 10 Mei 2016 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ada sekitar 440 rumah milik warga di RW 09, 10, 11, dan 12 Bukit Duri yang terancam digusur. Sementara itu, sekitar 133 rumah warga di sebagian RW 10 digusur pada Januari lalu. Mereka yang digusur direlokasi ke sejumlah rusun.
Vera menyatakan ganti rugi berupa rusun yang diberikan Pemprov DKI warga Bukit Duri tidak tepat. Alih-alih menyediakan untuk warga yang digusur, rusun semestinya memang disediakan sebagai tempat tinggal bagi warga dengan tingkat ekonomi rendah.
Selain itu, penjelasan tentang pemberian ganti rugi juga diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Pasal 13 juncto Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Pasal 2 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum.
Terkait dengan kasus itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dianggap tidak transparan dalam menjelaskan ganti rugi pada warga. Proyek normalisasi kali juga dianggap kedaluwarsa sejak Oktober 2015 karena digarap sejak Oktober 2012.
(asa)