Kejagung: Putusan MK Soal Grasi Tak Berlaku Surut

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Selasa, 02 Agu 2016 20:59 WIB
Kejaksaan Agung menyatakan putusan MK soal hak pengajuan grasi bagi terpidana kasus hukum di Indonesia tidak berlaku bagi perkara sebelum tahun ini.
Kejaksaan Agung menyatakan putusan MK soal hak pengajuan grasi bagi terpidana kasus hukum di Indonesia tidak berlaku bagi perkara sebelum tahun ini. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal hak pengajuan grasi bagi terpidana kasus hukum di Indonesia  tidak berlaku bagi perkara-perkara sebelum tahun ini.

Jaksa Agung Muda bidang Pidana Umum Noor Rachmad menyatakan putusan MK bernomor 107/PUU-XIII/2015 itu tak dapat digunakan para terpidana mati kasus narkotik yang telah mendapat ketetapan hukum sebelum Juni 2016.

Atas dasar itu, Kejagung menganggap grasi hanya dapat diajukan satu kali oleh para terpidana mati yang telah mendapat putusan inkracht dari peradilan sebelum tahun ini. Grasi sendiri diatur melalui Undang Undang Nomor 5 Tahun 2010.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Grasi itu ada aturan mainnya. Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 ada batas waktu setahun setelah berkekuatan hukum tetap. Itu hak dia (terpidana mati) untuk mengajukan grasi, lewat itu sudah enggak punya hak lagi. Putusan yang telah dilahirkan oleh MK itu tidak berlaku surut," kata Noor di Kejagung, Jakarta, Selasa (2/8).
Sebelumnya, polemik sempat muncul pada pelaksanaan eksekusi empat terpidana mati kasus narkotik yang dilakukan Kejagung dan kepolisian, Jumat (29/7). Eksekusi terhadap Freddy Budiman (37 tahun), Michael Titus Igweh (34), Humprey Ejike (40), dan Cajetan Uchena Onyeworo Seck Osmane (34) dianggap ilegal karena keempatnya belum mendapatkan jawaban atas permohonan grasi mereka dari Presiden Joko Widodo.

Berdasarkan putusan MK terkait dengan grasi Juni lalu, jangka waktu pengajuan grasi dapat dilakukan lebih dari satu tahun sejak putusan memiliki kekuatan hukum tetap  atau inkracht. Lembaga itu menilai pembatasan jangka waktu permohonan grasi tersebut berpotensi menghilangkan hak konstitusional terpidana mati.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitulu menyatakan terpidana mati baru bisa dieksekusi setelah memegang surat Keputusan Presiden atas penolakan permohonan tersebut. “Tapi nyatanya belum kan. Ini perbuatan melanggar hukum yang seharusnya tidak dilakukan pemerintah," kata dia, beberapa waktu lalu.

Para terpidana mati yang lolos dari eksekusi Jumat dini hari lalu adalah Merry Utami, Pujo Lestari dan Agus Hadi. Selain tiga warga negara Indonesia itu, terdapat tujuh warga asing, yakni Zulfiqar Ali (Pakistan), Gurdip Singh (India), Onkonkwo Nonso Kingsley (Nigeria), Obina Nwajagu (Nigeria), Ozias Sibanda (Zimbabwe), Federik Luttar (Zimbabwe), dan Eugene Ape (Nigeria).

(asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER