Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyatakan, pemerintah perlu memperkuat eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lembaga konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Menurut Denny, penguatan KPK menjadi lembaga konstitusional dilakukan guna meredam beragam upaya para oknum yang ingin melemahkan kewenangan dan kehadiran KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Salah satunya terkait beberapa uji materi kewenangan KPK dan upaya pembubaran KPK dimana KPK dianggap hanya lembaga sementara alias
ad hoc," kata Denny dalam acara peluncuran bukunya berjudul
Jangan Bunuh KPK pada Rabu (28/9) di Jakarta.
Denny menyatakan, upaya-upaya pelemahan dan pembubaran lembaga antikorupsi Indonesia marak dilakukan. Salah satunya wacana pemerintah dan DPR untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam revisi tersebut muncul perdebatan tentang dasar hukum dan kewenangan KPK, khususnya untuk melakukan penyadapan sebagai bagian dari penyelidikan dan penyidikan korupsi.
Menurut Denny, perdebatan itu bisa diredam dengan adanya keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang jelas dan menguatkan kewenangan KPK.
Sementara itu, mantan Wakil Ketua KPK tahun 2011-2015 Bambang Widjojanto menyatakan, adanya wacana merevisi dan menguji materikan UU KPK merupakan bentuk perlawanan terhadap keputusan MK.
Selama ini, tuturnya, ada sekitar tiga draf revisi UU KPK. Namun, publik tidak pernah mendapat naskah akademik dan dasar filosofi revisi UU KPK itu diperlukan.
"Putusan MK dianggap sebagai angin lalu. Diajukan-diajukan lagi untuk revisi, padahal MK sudah jelas memutus apa saja yang jadi kewenangan (KPK)," kata Bambang.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo juga ikut mendorong adanya penguatan KPK sebagai lembaga konstitusi negara.
"KPK bukan lagi sesuatu yang dianggap
ad hoc. Tapi melekat sebagai bagian negara," jelas Adnan.
(rel/asa)