KPK-Perbankan Kerja Sama Selaraskan Data Nasabah Berpengaruh

Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Selasa, 04 Okt 2016 15:47 WIB
PPATK telah meminta perbankan memperketat verifikasi calon nasabah berisiko tinggi sebagai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang.
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalin kerja sama dengan industri perbankan untuk melakukan penyelarasan terhadap sistem data politically exposed person (PEP) atau nasabah yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan publik dan operasional partai politik.

Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif mengatakan, penyelarasan itu dilakukan untuk memberi peringatan dini bagi industri perbankan dalam mengawasi setiap transaksi yang dilakukan oleh nasabah, khusunya PEP.

"Sinkronisasi data PEP agar KPK bisa memberi early warning dan agar industri perbankan prudent," ujar Laode di Jakarta, Selasa (4/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Laode menuturkan, saat ini setiap bank memiliki data PEP sendiri. Hal itu menyulitkan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengawasi setiap transaksi mencurigakan yang dilakukan PEP.

Dalam kasus transaksi mencurigakan, ia berkata, PPATK hanya bisa mengawasi transaksi dengan nilai minimal Rp500 juta. Sementara dalam praktiknya, para koruptor kerap membuat banyak rekening dan melakukan transaski yang nilainya di bawah Rp500 juta.

"Banyak sekali orang yang sengaja transaksinya kurang dari Rp500 juta. Kalau ada data itu mungkin bank bisa langsung mengontak PPATK atau OJK," ujarnya.

Sementara itu, selain untuk kepentingan informasi, penyelarasan data PEP juga secara khusus untuk mengawasi tindak pidana pencucian uang yang kerap dilakukan koruptor. KPK menemukan banyak koruptor kerap mengalirkan dana ke kerabat atau orang terdekatnya.

PPATK sebelumnya juga telah meminta perbankan memperketat verifikasi calon nasabah berisiko tinggi sebagai upaya pencegahan terjadinya TPPU, melalui Uji Tuntas Lanjut.

Wakil Ketua PPATK Agus Santoso menuturkan secara umum perbankan menerapkan prinsip Kenali Nasabahmu atau Know Your Customer terhadap nasabah yang relatif tak memiliki profil berisiko tinggi. Sedangkan untuk nasabah berisiko, bank diminta menerapkan Enhanced Due Dilligence (EDD) atau Uji Tuntas Lanjut.

"Nasabah yang berisiko tinggi seperti pejabat publik, anggota parlemen atau hakim harus dilakukan EDD," kata Agus ketika dihubungi, Kamis (16/6). "Ini bukan untuk mempersulit nasabah, namun untuk pencegahan pencucian uang."

Bank harus segera menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) ketika nasabah bank tersebut melakukan aktivitas di luar profilnya selama ini. Pejabat publik masuk dalam kategori politically exposed persons (PEP), yang dianggap rawan dengan tindak pidana korupsi.

Imbauan tersebut terkait dengan vonis mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Dalam persidangan terungkap, politikus tersebut menempatkan dana di pelbagai rekening perbankan atas nama orang lain. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan Nazaruddin adalah sebagai pengendali utama perusahaan, yakni Grup Permai.

Majelis hakim sendiri menghukumnya enam tahun pidana penjara denda Rp1 miliar karena terbukti mencuci uang di pelbagai penyedia jasa keuangan.

Agus menuturkan, bank mengalami kesulitan untuk memverifikasi pelbagai nama, ketika calon nasabah itu belum memiliki status tertentu, macam tersangka atau terpidana.

Dalam UU Pemberantasan TPPU, bank dan lembaga keuangan non-bank bukan satu-satunya yang berkewajiban menjadi pihak pelapor LTKM, namun juga pihak lainnya macam agen properti, penjual permata, pedagang mobil hingga koperasi. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER